young boy reciting quran like qari abdul basit-mashallah

Surah Rahman - Beautiful and Heart trembling Quran recitation by Syed Sadaqat Ali

yatauhid.blogspot.com

Kamis, 10 September 2009

TERNYATA AIR BISA MENDENGAR …SUBHANALLAH

Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup.” (Q.S. Al Anbiya:30)

Dalam kitab-kitab tafsir klasik, ayat tadi diartikan bahwa tanpa air semua akan mati kehausan. Tetapi di Jepang, Dr. Masaru Emoto dari Universitas Yokohama dengan tekun melakukan penelitian tentang perilaku air. Air murni dari mata air di Pulau Honshu didoakan secara agama Shinto, lalu didinginkan sampai -5oC di laboratorium, lantas difoto dengan mikroskop elektron dengan kamera kecepatan tinggi.


Ternyata molekul air membentuk kristal segi enam yang indah. Percobaan diulangi dengan membacakan kata, “Arigato (terima kasih dalam bahasa Jepang)” di depan botol air tadi. Kristal kembali membentuk sangat indah. Lalu dicoba dengan menghadapkan tulisan huruf Jepang, “Arigato”. Kristal membentuk dengan keindahan yang sama. Selanjutnya ditunjukkan kata “setan”, kristal berbentuk buruk.

Diputarkan musik Symphony Mozart, kristal muncul berbentuk bunga. Ketika musik heavy metal diperdengarkan, kristal hancur.

Ketika 500 orang berkonsentrasi memusatkan pesan “peace” di depan sebotol air, kristal air tadi mengembang bercabang-cabang dengan indahnya. Dan ketika dicoba dibacakan doa Islam, kristal bersegi enam dengan lima cabang daun muncul berkilauan. Subhanallah. Dr. Emoto akhirnya berkeliling dunia melakukan percobaan dengan air di Swiss, Berlin, Prancis, Palestina, dan ia kemudian diundang ke Markas Besar PBB di New York untuk mempresentasikan temuannya pada bulan Maret 2005 lalu.

Ternyata air bisa “mendengar” kata-kata, bisa “membaca” tulisan, dan bisa “mengerti” pesan. Dalam bukunya The Hidden Message in Water, Dr. Masaru Emoto menguraikan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita magnetik atau compact disk. Semakin kuat konsentrasi pemberi pesan, semakin dalam pesan tercetak di air. Air bisa mentransfer pesan tadi melalui molekul air yang lain. Barangkali temuan ini bisa menjelaskan, kenapa air putih yang didoakan bisa menyembuhkan si sakit. Dulu ini kita anggap musyrik, atau paling sedikit kita anggap sekadar sugesti, tetapi ternyata molekul air itu menangkap pesan doa kesembuhan, menyimpannya, lalu vibrasinya merambat kepada molekul air lain yang ada di tubuh si sakit. Tubuh manusia memang 75% terdiri atas air. Otak 74,5% air. Darah 82% air.

Tulang yang keras pun mengandung 22% air. Air putih galon di rumah, bisa setiap hari didoakan dengan khusyu kepada Allah, agar anak yang meminumnya saleh, sehat, dan cerdas, dan agar suami yang meminum tetap setia. Air tadi akan berproses di tubuh meneruskan pesan kepada air di otak dan pembuluh darah. Dengan izin Allah, pesan tadi akan dilaksanakan tubuh tanpa kita sadari. Bila air minum di suatu kota didoakan dengan serius untuk kesalehan, insya Allah semua penduduk yang meminumnya akan menjadi baik dan tidak beringas. Rasulullah saw. bersabda, “Zamzam lima syuriba lahu”, “Air zamzam akan melaksanakan pesan dan niat yang meminumnya”. Barangsiapa minum supaya kenyang, dia akan kenyang. Barangsiapa minum untuk menyembuhkan sakit, dia akan sembuh. Subhanallah . Pantaslah air zamzam begitu berkhasiat karena dia menyimpan pesan doa jutaan manusia selama ribuan tahun sejak Nabi Ibrahim a.s.

Bila kita renungkan berpuluh ayat Al Quran tentang air, kita akan tersentak bahwa Allah rupanya selalu menarik perhatian kita kepada air. Bahwa air tidak sekadar benda mati. Dia menyimpan kekuatan, daya rekam, daya penyembuh, dan sifat-sifat aneh lagi yang menunggu disingkap manusia. Islam adalah agama yang paling melekat dengan air. Shalat wajib perlu air wudlu 5 kali sehari. Habis bercampur, suami istri wajib mandi. Mati pun wajib dimandikan. Tidak ada agama lain yang menyuruh memandikan jenazah, malahan ada yang dibakar. Tetapi kita belum melakukan zikir air. Kita masih perlakukan air tanpa respek. Kita buang secara mubazir, bahkan kita cemari. Astaghfirullah.

Seorang ilmuwan Jepang telah merintis. Ilmuwan muslim harus melanjutkan kajian kehidupan ini berdasarkan Al Quran dan hadis. Wallahu a’lam ..

Sumber : http://pandu83.wordpress.com/2008/02/12/


" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )

Kamis, 03 September 2009

salam

ssalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
Bismillaahirrohmaanirrohiim

Oleh Abdul Malik al-Qosim

Segala puji bagi Allah semata dan shalawat serta salam semoga sentiasa dicurahkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang tiada Nabi setelahnya.

Sesungguhnya salam itu merupakan sunnah terdahulu sejak zaman Nabi Adam ‘alaihi salam sehingga ke hari kiamat, dan salam merupakan ucapan para penghuni syurga, Dan ucapan mereka di dalamnya adalah salam. Salam merupakan sunnah para Nabi, tabiat orang-orang yang bertakwa dan semboyan orang-orang yang suci. Namun, dewasa ini, benar-benar telah terjadi kekejian yang nyata dan perpecahan yang terang di tengah-tengah kaum muslimin! Jikalau engkau melihat mereka, ada saudara semuslim yang melintasi mereka, mereka tidak mengucapkan salam kepadanya. Sebahagian lagi hanya mengucapkan salam hanya kepada orang yang dikenalinya sahaja, bahkan mereka merasa aneh ketika ada orang yang tidak dikenalinya memberi salam kepadanya, mereka mengingkarinya dengan menyatakan “Apakah anda mengenali saya?”.

Sedangkan yang sedemikian itu merupakan penyelisihan terhadap perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga menyebabkan semakin menjauhnya hati-hati mereka, semakin merebaknya perangai-perangai kasar dan semakin bertambahnya perpecahan. Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidaklah kalian akan masuk syurga sehingga kalian beriman, dan tidaklah kalian dikatakan beriman sehingga kalian saling mencintai. Mahukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian mengamalkannya nescaya kalian akan saling mencintai, iaitu tebarkan salam di antara kalian.” (HR Muslim).

Di dalam hadits Muttafaq ‘alaihi, ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Islam bagaimanakah yang baik?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenali mahupun yang tidak engkau kenali.” (Muttafaq ‘alaihi).

Maka yang demikian ini merupakan suatu anjuran untuk menyebarkan salam di tengah-tengah kaum muslimin, dan bahawasanya salam itu tidaklah terbatas kepada orang yang engkau kenali dan sahabat-sahabatmu sahaja, namun untuk keseluruhan kaum muslimin.

Adalah Abdullah Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘anhu pergi ke pasar pada pagi hari dan berkata : “Sesungguhnya kami pergi bertolak pada pagi hari adalah untuk menyebarkan salam, maka kami mengucapkan salam kepada siapa saja yang kami jumpai.”

Salam itu menunjukkan ketawadhu’an seorang muslim, ia juga menunjukkan kecintaan kepada saudaranya yang lain. Salam menggambarkan akan kebersihan hatinya daripada dengki, dendam, kebencian, kesombongan dan rasa memandang rendah kepada orang lain. Salam merupakan hak kaum muslimin antara satu dengan lainnya, ia merupakan sebab tercapainya rasa saling mengenali, bertautnya hati dan bertambahnya rasa kasih sayang serta kecintaan. Ia juga merupakan sebab diperolehnya kebaikan dan sebab untuk seseorang masuk syurga. Menyebarkan salam adalah salah satu bentuk menghidupkan sunnah Mustofa Shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Lima perkara yang wajib bagi seorang muslim ke atas saudaranya, menjawab salam, mendo’akan orang yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit dan menghantarkan jenazah.” (HR Muslim).

Wajib bagi sesiapa yang diberi salam menjawab dengan jawapan yang serupa sebagai bentuk ittiba’ terhadap perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abi Sa’id Al-Khudriy Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jauhilah oleh duduk-duduk di pinggir jalan!” mereka berkata, “Ya Rasulallah, kami tidak boleh meninggalkan majlis kami ini dan juga bercakap-cakap di dalamnya.” Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jika engkau enggan meninggalkannya, maka berilah haknya jalan.” Mereka berkata, “Apakah haknya jalan itu wahai Rasulullah?” menjawab Rasulullah, “Mennundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan, menjawab salam serta amar ma’ruf nahi munkar.” (Muttafaq ‘alaihi).

Imam Nawawi Rahimahullah berkata : “Ketahuilah, sesungguhnya memulai salam itu adalah sunnah, dan membalasnya adalah wajib. Jika si pemberi salam itu jumlahnya ramai, maka yang demikian ini merupakan sunnah kifayah ke atas mereka, maksudnya jika sebahagian telah mengucapkan salam bererti mereka telah melaksanakan sunnah salam atas hak keseluruhan mereka. Jika yang diberi salam seorang diri, maka wajib ke atasnya menjawabnya. Jika yang diberi salam ramai, maka menjawabnya adalah fardhu kifayah atas hak mereka, maksudnya jika salah seorang daripada mereka telah menjawabnya maka gugurlah kewajipan bagi yang lainnya. Namun, yang lebih utama adalah memulai memberi salam secara bersama-sama dan menjawabnya dengan bersamaan pula.”

SIFAT SALAM

Berkata Imam Nawawi, “Ucapan salam minima dengan perkataan ‘assalamu’alaikum’, jika yang diberi salam seorang diri, maka minima dia mengucapkan ‘assalamu’alaika’, namun adalah lebih utama jika dia mengucapkannya dengan ‘assalamu’alaikum’, kerana kalimat ini mencakupi do’a bagi dirinya dan yang bersamanya (malaikat, pent.). Dan alangkah sempurna lagi dia menambahkan ‘warohmatullahi’ dan ‘wabarokatuh’, walaupun sebenarnya kalimat ‘assalamu’alaikum’ telah mencukupi.”

MENJAWAB SALAM

Imam Nawawi berkata, “Adapun cara membalas salam, lebih utama dan lebih sempurna jika mengucapkan ‘wa’alaikum as-Salam wa rohmatullahi wa barokatuh’, dengan menambahkan huruf ‘waw’ (yang mendahului kata ‘alaikum) ataupun tidak menggunakannya (membuangnya), hal ini diperbolehkan namun meninggalkan keutamaan. Adapun meringkaskannya menjadi ‘wa’alaikumus salam’ atau ‘alaikumus salam’ sahaja sudah mencukupi. Sedangkan meringkaskannya menjadi ‘alaikum’ sahaja, menurut kesepakatan ulama’ tidaklah mencukupi, demikian pula dengan ‘wa’alaikum’ sahaja yang diawali dengan huruf ‘waw’.

TINGKATAN SALAM

Salam memiliki 3 tingkatan, tingkatan yang paling tinggi, paling sempurna dan paling utama adalah ‘Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh’, kemudian yang lebih rendah daripadanya ucapan ‘assalamu’alaikum warohmatullah’ dan terakhir yang paling rendah adalah ‘assalamu’alaikum’. Seseorang yang mengucapkan salam (Musallim), boleh jadi mendapatkan ganjaran yang sempurna dan boleh jadi mendapatkan ganjaran di bawahnya, sesuai dengan salam yang dia ucapkan.” Hal ini sesuai dengan kisah tentang seorang lelaki yang masuk ke dalam masjid dan saat itu Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya sedang duduk-duduk, berkata lelaki tadi, “Assalamu’alaikum”, maka Nabi menjawab, “wa’alaikumus salam, sepuluh atasmu”, kemudian masuk lelaki lain dan berkata, “Assalamu’alaikum warohmatullah”, Rasulullah menjawab, “Wa’alaikumus Salam warohmatullah, dua puluh atasmu”. Tidak lama kemudian datang lagi seorang lelaki sambil mengucapkan “Assalamu’alaikum warohmaatullahi wabarokatuh”, maka jawab Rasulullah, “Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh, tiga puluh atasmu”. (HR Abu Dawud dan Turmudzi), yang dimaksudkan adalah sepuluh, dua puluh dan tiga puluh kebaikan.

ADAB-ADAB SALAM

1. Disunnahkan tatkala bertemu dua jenis orang di jalan, iaitu orang yang berkenderaan supaya memberi salam kepada yang berjalan kaki, yang sedikit kepada yang ramai dan yang muda kepada yang tua. Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Hendaklah salam bagi yang berkenderaan kepada pejalan kaki, yang berjalan kaki kepada yang duduk dan yang sedikit kepada yang ramai.” (HR. Muslim).


Baca selengkapnya di : http://ukhti-fr.blog.friendster.com/ insya Allah
========


" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )

Selasa, 01 September 2009

Wahai Da’i Islam, Renungkanlah Perjalananmu

Demi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, gelanggang dakwah banyak diminati jutaan manusia, mereka bukanlah manusia biasa, tetapi mereka adalah para brillian, para pejuang, para patriot serta orang-orang yang siap mengorbankan harta, jiwa dan raganya untuk dapat berandil dan ikut berpacu dalam gelanggang yang penuh liku tersebut.

Ya, jalannya tak bertabur semerbak bunga atau bermandikan cahaya. Di jalannya tergeletak sejumlah sosok tubuh manusia, berjuta jiwa terlepas dari jasadnya, berjalan kelelahan dengan terseok-seok dan bercucuran derai air matanya.

Akan tetapi –alhamdulillah– gelanggang ini tak pernah sepi, bahkan kian hari peminatnya kian membanjir, bagai air bah yang tak pernah bisa dibendung.



(( لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِيْنَ عَلَى اْلحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ عَلَى ذَلِكَ ))
“Akan senantiasa ada segolongan dari ummatku yang berjalan di atas kebenaran, tiada sedikitpun terpengaruh oleh orang yang menghina mereka, hingga datangnya keputusan Allah” (HR. al-Bukhariy dan Muslim)



Gelanggang itu adalah sebuah perjuangan membentuk tata kehidupan ummat, mengobati luka dan membawa obat penawar bagi penyakit mewabah yang telah menjangkiti ummat. Seorang da’i adalah arsitektur yang merancang benteng Islam yang megah, menambal yang runtuh dan menjaganya agar tetap kokoh, tampak cerah di tengah kegelapan fasad yang semakin pekat.

Seorang da’i yang memulai langkah perjuangannya bertolak dari firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan ma-nusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” [QS. adz-Dzāriyāt (51): 56]



Mengikuti gerak laju sebuah perintah:
“Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama” [QS. at-Tawbah (9): 122]


Merambah kehidupan di atas fondasi:


“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petun-juk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami” [QS. Sajdah (32): 24]

ٍSemua itu dirajut dalam sebuah tenunan adab yang apik, sebagaimana difirmankan:



“Sekiranya kamu bersikap keras lagi ber-hati kasar, tentunya mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” [QS. Āli ‘Imrān (3): 159]

“Dan janganlah kamu memalingkan mu-kamu dari manusia” [QS. Luqmān (31): 18]
Sungguh, betapa mulianya seorang da’i tatkala dia menyuarakan sebuah kalimat dari Rabb-Nya:



“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu…” [QS. an-Nisā’ (4): 1]



Seorang da’i sedang menapaki jalan yang menuju ke puncak gunung, mengarungi lautan dan menelusuri lembah. Mengingatkan orang yang lalai, memberitahu orang yang belum mengerti, mengasihi para pencari kebenaran hakiki, berdiri tegap menghadapi kesombongan para penjahat, senyum antusias dan optimisme menghadapi segala hambatan, teguh menghadang segala tekanan dan derasnya aliran kebatilan.

Dakwah adalah tangga kemajuan bagi ummat Islam dari tidur panjang dan realitas menyedihkan yang dialaminya. Da’i adalah pahlawan yang akan mengentaskan ummat dari segala kerendahan dan kesesatan. Membawa manusia dari kubangan kemaksiatan menuju mahligai iman dan ketentraman. Oleh karena itu, maka pantaslah bila al-Qur’an dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala Hadits sangat menghargai usaha yang dilakukan seorang da’i :

“Siapakah yang lebih baik perkatannya da-ripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata: ”Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” [QS. Fushshilat (41): 33]

(( فَوَاللهِ َلأَنْ يَهْدِيَكَ اللهُ بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ ))
"Demi Allah , apabila Allah menunjuki seseorang dengan sebab dirimu, maka hal itu lebih berharga bagimu dari pada onta merah (kemegahan hidup)” (HR. al-Bu-khariy, Muslim dan selain keduanya)

Tetapi dakwah bukanlah pintu yang telah terbuka lebar, sehingga setiap orang dengan mudah bisa memasukinya. Dakwah membutuhkan kesiapan, metode, dan rambu-rambu yang akan membantu perjalanan seorang da’i dalam mengemban tugas agungnya.

Tulisan ringkas ini bermaksud memberikan sebagian bekal yang harus dibawa seorang da’i, dalam perjalanannya di medan dakwah. Hal ini sangat penting untuk dipahami, sebab amal dakwah adalah amal agung yang membutuhkan keseriusan, istiqamah, kesabaran dan juga beragam cara, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman tentang Nabi Nuh Alaihi Salam:

“Nuh berkata: “Ya Rabbi, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan si-ang. Maka seruanku itu hanya menambah mereka lari (dari kebenaran)” [QS. Nūh (71): 5-6]

Renungilah beberapa hal berikut, semoga dapat menjadi modal berharga untuk menemani perjalananmu dan perjuanganmu yang panjang:

Pertama: Teman Perjalanan

Saudaraku…!

Alangkah terasa jauh dan begitu panjang perjalanan yang hanya dilakoni seorang diri, tanpa seseorang yang menjadi teman bicara atau membantu di saat-saat menjumpai rintangan di jalan. Seorang muslim dalam kehidupan dunia ini, layaknya seorang musafir yang membutuhkan teman selama bepergian, membantunya dalam jihad hingga mencapai target dan tujuan. Sungguh menyenangkan bila dia memiliki teman yang cerdas dan takwa, sebaliknya akan terasa sesak dadanya bila yang mengiringi perjalanan panjangnya itu adalah orang-orang yang buruk, baik hati maupun tingkah lakunya. Seorang mu`min akan selalu kuat bila bergabung dengan sesamanya.


(( فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ مِنَ اْلغَنَمِ اْلقَاصِيَةِ ))
“Sesungguhnya serigala akan memakan kambing yang sendirian” (HR. Ahmad, Abū Dāwūd dan an-Nasā’iy)

Kedua: Kehidupan Tanpa Ruh

Alangkah buruknya, bahkan tak mungkin seseorang hidup tanpa ruh, ya...sesuatu yang tidak mungkin:

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepa-damu wahyu (al-Qur’an, ruh) dengan pe-rintah Kami” [QS. asy-Syūrā (42): 52]

Subhanallah, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menamakan al-Qur’an sebagai ruh, maka tidak akan ada kehidupan yang sebenarnya tanpa al-Qur’an dan tidak ada kenikmatan dunia akherat tanpa Kitab Allah Allah Subhanahu Wa Ta’ala . Inilah kenikmatan hakiki bagi orang yang memiliki selera kenikmatan, yaitu tali Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang sangat kuat dan jalan-Nya yang lurus.

Sebaik-baik usaha untuk mendidik diri dan keluarga atau anak didik adalah duduk khusyu’ bersimpuh di hadapan Kitab Allah Subhanahu Wa Ta’ala, jauh dari kotornya dunia dan bercak-bercak noda kehidupan.

Betapa indahnya bergantungan dengan tali langit di saat tali bumi terputus, betapa bahagianya memasuki pintu langit tatkala pintu bumi telah tertutup. Suasana terindah bersama Kitab Allah Subhanahu Wa Ta’ala, adalah ketika mata kebanyakan orang pejam mengantuk atau tidur terlelap, namun seorang yang justru shaleh membaca al-Qur’an dengan penuh khusyu’ dan tunduk patuh, dikelilingi rahmat yang di bawa para malaikat.

Bacalah al-Qur’an dan tafsirnya, hafalkanlah, perhatikan baik-baik, ambillah pelajaran, dan hiduplah bersamanya. Jangan putuskan hubunganmu dengan Kitab Allah Subhanahu Wa Ta’ala , jauhilah kegelimangan dunia dan gemerlapnya kehidupan palsu yang fana.

Ketiga: Yang Paling Mengasihi Di Antara Sesama Manusia

Saat engkau menemui seseorang yang merintih kesakitan, tiba-tiba engkau pun merasakan sakitnya, engkau bahkan menangis karenanya. Kemudian engkau ulurkan tanganmu untuk benar-benar membantunya. Bukan hanya itu, bahkan engkau rela mengorbankan jiwawu demi menolongnya. Saat itu dirimu adalah orang yang sangat peduli dan mengasihi orang lain. Tapi tahukah, siapa sebenarnya orang yang paling mengasihi sesamanya? Yah, dirimu juga, yaitu ketika engkau menyeru (mendakwahkan) orang lain untuk menapaki jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, ketika engkau memberikan cahaya petunjuk kepadanya agar selamat dari hitam pekatnya kesesatan.

Dakwah menyeru kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah jalan para nabi dan rasel utusan-Nya. Adalah kemuliaan yang amat besar, bila kita pun mau menempuh jalan yang sama. Ketauhilah, dakwah yang paling agung adalah mentarbiyyah anak didik untuk mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya saw serta manjauhkan mereka dari ombak kehinaan.

Saudaraku...!

Mendidik para pemuda untuk taat dan takwa adalah salah satu sisi paling agung, yang tidak pernah dipahami dengan baik hasil akhirnya, kecuali oleh ahlul bashirah yang berpandangan tajam. Hal ini tidak akan pernah disadari oleh mereka yang berpandangan pragmatis dan tergesa-gesa ingin menuai hasil.

Seorang pendidik adalah pencetak manusia pejuang, yang akan menjali pilar peradaban dan merubah sejarah. Dakwah dan seruan yang kekal adalah dakwah yang mengayomi anak didik dengan sesungguhnya, fondasinya menghunjam kuat ke bumi, hingga tidak akan termakan fitnah kecuali yang dikehendaki Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagai kebaikan baginya.

Keempat: Jangan Jadi Lilin



Alangkah kasihannya sebuah lilin, dirinya terbakar, sementara manusia dengan senang hati memanfaatkan cahayanya. Akankah seorang da’i bernasib seperti sepotong lilin? Yang kami maksudkan di sini adalah seseorang yang melalaikan pendidikan dirinya, padahal dirinya sudah memasuki tahapan tertentu dari usianya.

Mungkin dirinya menyangka bahwa usianya telah mencukupi sebagai pengganti tarbiyah fardhiyyah (pendidikan diri), atau dia mengira bahwa kesibukan dakwah cukup sebagai pengganti perhatian pada dirinya sendiri. Ini adalah jebakan yang sangat membahayakan. Orang yang tak memiliki apapun, tentuanya tak akan dapat memberi. Seorang da’i dalam gelanggang dakwah akan selalu menjadi qudwah, oleh karenanya harus ada cara tertentu untuk mendidik diri serta untuk komitmen menumbuhkan iman, keshalehan dan wara’. Jangan menjadi lilin yang membakar dirinya untuk menerangi orang lain.



Kelima: Warisan Para Nabi

Dakwah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala walaupun begitu penting, agung dan juga sebagai suatu amal ibadah, tetapi bisa saja berubah menjadi bumerang bagi pelakunya bila tidak memiliki fondasi yang benar dan substansi yang asli, yaitu ilmu syar’i. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:



“Katakanlah: “ Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku me-ngajak (kamu) kepada Allah dengan huj-jah yang nyata, maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” [QS. Yūsūf (12): 108]



Setiap dakwah yang tidak dilandasi oleh ilmu syar’i, meskipun sangat gencar, adalah dakwah yang kosong bahkan mungkin menjadi seruan menuju kebodohan. Munculnya kelompok-kelompok sesat adalah karena mereka tidak membekali dakwah dengan keilmuan yang shahih (benar).

Setiap amal ibadah meskipun banyak, bila tidak berdasarkan petunjuk Nabi saw adalah cacat dan kurang, khususnya bila tidak dilandasi ilmu syar’i. Karena dari sinilah munculnya para ahli zuhud yang sesat.

Ilmu adalah kehidupan, tidak akan pernah mengerti arti kehidupan itu melainkan orang yang dapat merasakan manisnya dan melahap kenikmatannya. Kita menyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa sebuah masyarakat pilihan, pasti pilarya adalah orang-orang yang berilmu.



“Sesungguhnya yang takut kepada Allah, di antara hamba-hamba-Nya adalah ulama” [QS. Fāthir (35): 28]

Oleh karena itu, sangatlah penting menumbuhkan kebiasaan membaca sebagai salah satu cara meneguk ilmu syar’i. Seorang da’i yang memikul tanggungjawab untuk melakukan perubahan dengan goresan tinta, kata bijak dan perbuatannya, harus hidup dalam dunianya.

Kejadian dan aliran pemikiran yang selalu berkembang setiap saat, menuntutnya untuk mengetahui banyak hal yang ada di sekelilingnya demi kepentingan dakwahnya, termasuk membaca buah karya para penulis kontemporer. Ini merupakan sebuah keniscayaan, agar dia menjadi seorang da;i yang tanggap, respek dan sukses.

Namun jangan dilupakan, kita adalah ummat yang memiliki akar sejarah yang jelas. Manhaj ulama salaf adalah manhaj yang lebih benar, lebih lurus dan lebih selamat. Seorang da’i merasakan kebanggaan tersendiri bila menisbatkan dirinya pada manhaj para pendahulunya. Mayoritas goresan tinta mereka dihiasi keikhlasan, kejujuran dan lautan ilmu yang dalam.

Keenam: Keikhlasan Membutuhkan Keikhlasan



Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

“Yang menjadikan mati dan hidup, supa-ya Dia menguji kamu, siapa di antara ka-mu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Ma-ha Perkasa lagi Maha Pengampun” [QS. al-Mulk (67): 2]

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan bahwa dalam menentukan tingkatan manusia, barometernya adalah hasan (yang baik). Jadi permasalaannya bukan kuantitas, tetapi kualitas. Satu hal yang menjadi faktor terpenting untuk kualitas amal ibadah agar dikatakan sebagai amal yang hasan adalah keikhlasan. Bahkan substansi amal itu sendiri sebenarnya adalah keikhlasan. Ketika keikhlasan tidak ada, maka ada tidaknya sebuah amal menjadi sama saja (percuma).

Saudaraku...!

Betapa para shiddiqun sendiri mengalami problem dalam keikhlasan. Tapi tidaklah mengapa, karena langkah pertama adalah melakukan dan merasakan, tetapi perlu sabar, mushābarah (menyabar-nyabari) dan mujāhadah (berjuang terus) agar dirinya dapat sampai tujuan meskipun setelah sekian lama.

Hati-hati jangan pernah terbuai oleh amal perbuatan kita sendiri. Sebagian salaf menyebutkan:

“Barang siapa yang mengira ikhlash terhadap keikhlasan dirinya, maka keikhlasannya masih membutuhkan keikhlasan lagi”. Wallahu A’lam. (teamhasmi.org)


" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )

Manhaj Bukan Figuritas!!!

Pondasi tarbiyyah yang amat penting adalah hendaknya seorang da`i bersungguh-sungguh dalam tarbiyyah, dengan cara menguatkan hubungannya dengan Allah Subhanahu Wata'ala. Hendaknya kekokohan hubungan tersebutpun dijalin dengan manhaj-Nya, bukan bergantung kepada manusia, karena manusia sangat dipastikan dapat berubah. Sedangkan Allah Subhanahu Wata'ala adalah Dzat Yang Maha Hidup, tidak akan mati ataupun berubah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata'ala:


“Semua yang ada di langit dan di bumi selalu minta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan” [QS. ar-Rahmān (55): 29]



Sesungguhnya masalah ketergantungan kepada figuritas memiliki sisi negatif, di an-taranya: Seseorang dapat berubah dikarenakan perubahan sosok figurnya. Oleh karena itu al Qur’an datang untuk mengikrarkan hakekat utama tersebut; yaitu hakikat bergantung atau berpegang kepada manhaj dan mem-buang bergantung kepada figuritas, walau-pun mereka seorang rasul. Di dalam surat Ali ‘Imran yang menceritakan perang Uhud, Allah Subhanahu Wata'ala berfirman:

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya be-berapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kalian berbalik ke belakang (murtad) Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi ba-lasan kepada orang-orang yang bersyukur” [QS. Āli ‘Imrān (3): 144]

Sesungguhnya dakwah lebih utama dari pada sosok seorang da’i, sebagaimana al Qur’-an telah membina para shahabat dan umat ini untuk senantiasa berpegang pada manhaj serta membenci figuritas. Inilah manhaj Rosululloh Salallahu Alaihi Wasalam, dan manhaj seluruh orang yang menyeru kepada Allah di atas bashirah (ilmu).

Beberapa Contoh Nyata:

1. Dari ‘Irbadh bin Sariyah rda, ia berkata:

“Rasulullah menasehati kami dengan sebuah nasehat yang menggetarkan hati dan mencucurkan air mata, maka kami berkata:

“Ya Rasulullah seolah-seolah ini adalah nasehat terakhir (yang engkau tinggalkan), maka beri-lah kami wasiat!”, maka beliau bersabda:

“Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, serta untuk mendengar dan taat walaupun yang memerintahkan kalian seorang budak. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku, niscaya ia akan melihat banyak perselisihan. Maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para al-khulafa ar-rasyidin yang diberi petunjuk, gigitlah hal tersebut dengan gigi geraham kalian. Dan hati-hatilah kalian terhadap perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah adalah sesat”

2. Dari Jabir rda, bahwa Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam bersabda:

“Hendaknya kalian mengambil manasik haji dariku, karena aku tidak tahu barangkali aku tidak berhaji lagi setelah tahun ini…”

Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam mewasiatkan mereka untuk berpegang teguh dengan sunnahnya dan mengikuti petunjuknya, yaitu agama yang disampaikan dari Allah Subhanahu Wata'ala. Beliau mengi-kat para shahabat dengan manhaj Allah Subhanahu Wata'ala, bukan dengan figuritas, walaupun beliau masih hidup di tengah-tengah mereka.

Dahulu para shahabat saling membimbing satu dengan yang lainnya. Hal itu bukan sesuatu yang aneh, karena Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam telah mentarbiyyah mereka untuk saling meng-ingatkan satu dengan yang lainnya, tentang hakikat bergantung kepada manhaj dan de-ngan membuang figuritas.

Di saat muncul kecenderungan dan simpati terhadap figuritas tertentu, di saat itu pula jiwa menjadi lemah dan menurun. Hal itu nampak dalam contoh berikut:

1. Ibnu Abi Najih, dari bapaknya, ia berkata:

“Bahwa ada seorang laki-laki dari golongan Muhajirin lewat di hadapan seseorang dari golongan Anshar, dalam ke-adaan berlumuran darah, maka ia berkata kepadanya: “Wahai fulan, apakah kamu merasa bahwa Rasulullah telah terbunuh? Dan hal ini terjadi pada saat perang Uhud, maka orang Anshar tadi berkata:

“Apabila Muhammad terbunuh, sungguh ia telah menyampaikan risalah-Nya. Maka berperanglah dengan agama kalian”.

2. Ketika perang Uhud, semua orang lari cerai-berai, namun Anas bin Nadhar rda tidak ikut lari, hingga terdengar di telinga ‘Umar bin Khaththab RadhiallahuAnhu dan Thalhah bin Ubaydillah rda bahwa para pahlawan dari golongan Muhajirin dan Anshar pun telah membuang senjata-senjata mereka, maka Anas bin Nadhar berkata:

“Apa yang membuat kalian duduk?, mereka berkata: “Rasulullah telah terbunuh”.

Kemudian beliau berkata:

“Apa yang akan kalian perbuat dalam kehidupan sepeninggalnya? Bangkitlah kalian dan matilah kalian di atas kematian yang telah membuat wafat Rasulullah”.

Kemudian beliau terjun bertempur meng-hadapi kaum musyrikin, seraya mengham-piri Sa’ad bin Mu’adz dan berkata:

“Wahai Sa’ad, oh... harumnya bau surga, sungguh aku telah mendapatkannya di Uhud”

Kemudian beliau bertempur hingga ter-bunuh, dan ditemukan dalam tubuhnya lebih dari 72 tusukan pedang sehingga tidak ada seorangpun yang dapat menge-nalinya, kecuali saudara perempuannya.

Sesungguhnya kewajiban seorang murabbi atau seseorang yang dijadikan panutan ada-lah agar ia mendidik pengikutnya untuk senantiasa bergantung kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan menghilangkan ketergantungan pada figuritas.

Gambaran Keterkaitan Terhadap Figuritas

1. Meninggalkan kesungguhan ketika sang murrabi pergi, dipenjara atau wafat.

2. Meninggalkan amal shalih karena sang murabbi jauh darinya.

3. Tidak sabar ketika berpisah dengan sang murabbi.

4. Menerima semua pendapat murabbi, padahal pendapatnya tidak sebanding dengan pendapat-pendapat ulama yang menjadi rujukan ummat.

5. Menganggap remeh berbagai kesalahan dengan alasan karena murabbinyapun mengerjakannya.

6. Mengagungkan, memuji serta menyan-jung murabbi hingga sangat berlebihan.

7. Justifikasi berbagai macam kesalahan murabbi, dan tidak menerima pendapat bahwa murabbi pun bisa salah, justru menganggap murabbi sebagai orang yang selalu benar.

8. Tidak mau berdiskusi dengan murabbi dalam beberapa permasalahan tarbiyah yang belum dipahami, dengan alasan takut murabbinya marah apabila ia mendebatnya.

9. Tidak adanya kejelasan dalam segala urusannya, dengan alasan mungkin mu-rabbinya telah merubah pandangannya.

10. Menyembunyikan sebagian perbuatan dan perkara jelek yang tidak seharusnya, termasuk perbuatan maksiat, dengan alasan bahwa murabbinya bisa marah ke-padanya, sehingga akan berubah pandangan terhadapnya.

11. Ketaatan membabi buta terhadap murabbi hingga terhadap kesalahan-kesalahannya.

12. Membela murabbi dari serangan orang lain, hingga terhadap kesalahannya seka-lipun.

13. Lebih mengutamakan kemaslahatan duniawi murabbi, dibandingkan kemash-lahatan orang tua dan keluarganya.
14. Taqlid terhadap sifat-sifat buruk murabbi.

15. Berbenturan dengan realitas murabbi, apabila muncul kesalahan darinya hingga mengakibatkan kemunduran dalam sisi keagamaan.

Maka seorang mutarabbi (mad’u binaan) menjadikan ketergelinciran murabbi sebagai alasan untuk menjauhi kebenaran.

Imam Sufyan bin ‘Uyaynah mensifati me-reka yang menjadikan ketergelinciran murabbi-nya sebagai alasan untuk menjauhi kebenaran sebagai sifat al-hamaqah (kedunguan atau ketololan). Kemudian ada salah seorang yang melirik kepadanya, dengan kasar dan keras ia bertanya kepadanya:

“Sesungguhnya ada sekelompok kaum yang mendatangimu dari berbagai penjuru, kemudian apabila engkau memarahi mereka, maka aku khawatir mereka akan pergi mening-galkanmu”, maka beliau membalas dengan berkata:

“Mereka adalah orang-orang dungu se-pertimu, mereka meninggalkan hal yang ber-manfaat bagi mereka dikarenakan keburukan akhlakku”

Kemudian Sufyan memberikan sebuah pemahaman kepada penanya dengan sebuah kaidah, yaitu:

“Bergantunglah kepada kebenaran dan tinggalkanlah ketergantungan kepada figuritas”

Dengan demikian, seorang murabbi atau publik figure, bukanlah merupakan perwu-judan sebuah kebenaran ataupun dakwah, artinya; ketika kita menemukan aib atau ke-salahan pada diri seorang murabbi pastilah berbeda dengan menemukan kesalahan atau khilaf dalam sebuah kebenaran.

Sebab Kronisnya Penyakit Figuritas

Intinya adalah karena adanya sifat-sifat kemanusiaan seseorang, di antaranya adalah:

1. Munculnya daya tarik seorang murabbi (kefasihan berbicara, pandai, cerdik, dan lain-lain).

2. Banyaknya pertemuan tanpa target yang jelas dan dibangun hanya atas dasar kesa-maan tabiat.

3. Kehilangan sosok figur semenjak beranjak dewasa.

4. Tidak diikatnya peserta didik dengan tela-dan ma`shumnya yaitu Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam.

5. Tidak diikatnya peserta didik untuk memelihara hubungan dengan Allah dan ber-gantung hanya kepada agana-Nya.

6. Mengutamakan emosional atau sensitifitas dalam bermuamalah dengan murabbi, dan menjadikan hal ini sebagai hukum.
7. Tidak adanya perhatian terhadap sebagian kaidah-kaidah dakwah dan tarbiyyah (per-bedaan cinta kepada Allah Subhanahu Wata'ala dengan cinta kepada individu, dan antara cinta di jalan Allah Subhanahu Wata'ala dengan cinta bersama Allah Subhanahu Wata'ala).
8. Tidak ada peringatan kepada para peserta didik tentang bahaya figuritas.
9. Menunda-nunda dalam memberikan peringatan tentang bahaya figuritas dengan alasan untuk menarik perhatian peserta didik dan agar mereka tidak lari ketika mereka baru meniti dakwah.

10. Tidak adanya perhatian murabbi terhadap masalah ini, bahkan menganggapnya se-bagai hal sepele.

11. Tidak adanya kejujuran dari tiap individu yang terfitnah masalah ini.

12. Bisikan syetan kepada para murabbi dengan menganggap dirinya sebagai orang publik figur yang penting.

13. Adanya kesalahan dalam menilai seorang individu.

14. Mengabaikan sisi tarbiyyah dzatiyyah (jati diri), atau lebih mengutamakan tarbiyyah kolektif daripada tarbiyyah fardiyyah.

Dampak Negatif Penyakit Figuritas

1. Meninggalkan kesungguhan secara total setelah murabbi pergi, dipenjara ataupun wafat.

2. Meninggalkan amal shalih karena jauhnya murabbi.

3. Terjerumus dalam kultus individu.
4. Terkadang siap berbuat maksiat kepada orang tua (durhaka), demi mendahulukan murabbi.

5. Kehilangan jati diri (tidak pede, minder).

6. Melahirkan generasi yang rapuh, yang di-dominasi emosional dan sensitifitas pri-badi.

7. Menjadikan emosi atau perasaan individu sebagai hukum dalam memutuskan.

8. Tidak mau menerima upaya penegakan agama yang jauh dari jangkauan murabbi-nya.

9. Riya dan tidak mau beramal kecuali di bawah pengawasan murabbinya.

10. Tidak mau menasehati murabbi ketika ber-buat salah.

11. Terjerumus dalam kesembronoan, ketergesagesaan dan kecerobohan yang meru-pakan cerminan murabbinya.

Obat Mujarab Menghindari Figuritas

1. Pada tahun-tahun pertama tarbiyyah, hen-daknya diberikan perhatian tentang makna dan hakikat bergantung kepada Allah Subhanahu Wata'ala serta makna hakiki tentang kecintaan ke-pada Nya.

2. Memberikan perhatian tentang pokok-pokok keimanan dan makna syirik dalam kecintaan kepada selain Allah Subhanahu Wata'ala.

3. Kejujuran dari tiap individu yang terfitnah masalah ini, dan jangan menunda-nunda-nya hingga parah.

4. Kewaspadaan seorang murabbi terhadap masalah tersebut dengan memberikan peringatan tentang bahayanya kepada se-tiap peserta didik secara rutin.

5. Ketergantungan pribadi hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan kepada manhaj-Nya.

6. Mendiskusikan masalah-masalah tersebut di forum-forum terbuka yang melibatkan seluruh peserta didik.

7. Mengikat para mutarabbi (peserta didik) dengan qudwah (suri teladan) utama me-reka, yaitu Rasululah Salallahu Alaihi Wasalam.

8. Memberikan perhatian terhadap tarbiyyah dzatiyyah (pembinaan jati diri).

9. Memberikan perhatian terhadap keikhlasan dan amal perbuatan yang tidak di-peruntukkan melainkan hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala.

Barangsiapa yang amal perbuatannya di-peruntukkan hanya kepada Allah Subhanahu Wata'ala, maka amal tersebut akan langgeng dan kekal. Sebaliknya, barangsiapa amal per-buatannya diperuntukan kepada selain-Nya, maka amal itu akan hilang tiada ber-bekas, bahkan hanya akan berujung kepada penyesalan yang tiada guna.

10. Menyebarkan semangat beramal dan beretos kerja hanya untuk agama, di manapun dan kapanpun kita berada.

Kemudian,…ketahuilah!!

1. Ketahuilah, bahwa salah satu bentuk kesalahan dalam tarbiyyah adalah ketergan-tungan pada figuritas dengan tidak mem-perdulikan sisi manhaj.

2. Ketahuilah, bahwa al-Qur’an yang mulia telah menetapkan sebuah hakikat, yaitu bergantung hanya kepada manhaj dan membuang jauh-jauh berbagai ragam ben-tuk figuritas.

Demikian halnya dengan manhaj Nabi Salallahu Alaihi Wasalam dan manhaj para penyeru di jalan Allah Subhanahu Wata'ala, semuanya berjalan di atas bashirah.

3. Ketahuilah, bahwa ujung kehidupan ma-nusia adalah menuju kefanaan (kematian), sedangkan akhir sebuah aqidah adalah menuju kekekalan dan keabadian.
4. Ketahuilah, bahwa wujud sebuah dakwah lebih utama dan lebih kekal dari pada wu-jud seorang da’i.

5. Ketahuilah, bahwa manhaj Allah Subhanahu Wata'ala ada-lah manhaj yang berdiri sendiri, terlepas dan tidak terkait dengan orang-orang yang membawa dan menyampaikannya.

6. Ketahuilah, bahwa seluruh sumber daya yang dimiliki wajib dibangun di atas dasar hubungan yang kuat dengan Allah Subhanahu Wata'ala.

7. Ketahuilah, bahwa sangat mungkin bagi seorang manusia untuk berubah, akan tetapi Allah Subhanahu Wata'ala adalah Dzat Yang Maha Hidup, yang tidak akan pernah mati, Dia-lah yang sanggup untuk merubah sesuatu dan Dia sendiri tidak akan pernah berubah.


(www.hasmi.org).


" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )

Menahan pandangan bagian 3

Itulah dampak fatal dari pandangan yang tidak terpelihara, oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut Islam telah mengajarkan kepada ummatnya untuk memelihara pandangan.

Hati yang telah terbius oleh apa yang dilihat oleh mata mungkin akan sulit untuk disadarkan oleh keimanan yang terdapat pada dirinya karena hati telah asik menikmati kesibukannya itu. Oleh karenanya kita yang sadar betul bahwa hal itu salah, maka segeralah katakan(menasehati) kepada mereka untuk memelihara pandangannya agar dirinya terjaga dari hal-hal yang justru akan makin membuat dirinya menderita(tentunya menasehatinya dengan cara yang baik(9). Dan jika kita bertekat untuk mensehatinya dalam mencegah mereka untuk melakukan hal itu, maka jangan pula kita menyebabkan mereka cenderung untuk tidak memelihara pandangan mereka. Dimana kita dapat membuat mereka tidak terpelihara pandangannya secara langsung maupun tidak langsung. Lantaran, terkadang syaitan mampu menjadikan sesuatu menjadi terasa indah agar seseorang dapat melakukan kemaksiatan. Maka sebelum kemaksiatan menguasai hati suci orang-orang muslim, maka berusahalah untuk mencegah langkah-langkah syaitan dalam tujuannya menjerumuskan orang muslim kepada hal-hal yang maksiat.
Apalagi jika kita sengaja menjadikan sesuatu hal yang dapat membuat seseorang dapat berbuat dosa, bisa jadi kitapun akan menanggung dosa-dosa orang yang melakukannya itu(10). Dan jika seandainya kita sadar bahwa yang telah kita lakukan dapat menyebabkan seseorang melakukan maksiat kepada kita ataupun orang lain maka kita sebagai umat muslim yang merupakan satu tubuh agar berusaha untuk saling memelihara diri kita yang satu tubuh ini sejak dini agar Allah menjauhkan kita semua dari azab yang dikarenakan perbuatan-perbuatan lalai kita. Karena setiap yang kita lakukan, kita lihat, kita dengar, dan hati nurani semuanya memiliki pertanggung jawaban(11) di hari hisab. Dan sesungguhnya segala sesuatu keburukan yang terjadi kepada diri kita bisa jadi merupakan akibat dari perilaku zalim kita di masa lalu(12). Astaghfirullah.

Bisa jadi karena “bius” sebuah pandangan khianat terhadap hati sangat melenakan, oleh karenanya kita sebagai umat Islam, dianjurkan untuk mengatakan kepada mereka lelaki maupun perempuan yang Beriman untuk menundukkan/memelihara pandangannya sesuai dengan petunjuk ayat tersebut. Dan karena perintah mengatakan kepada mereka dalam pemeliharaan pandangan itu termuat di dalam Al-Qur’an maka perintah ini adalah suatu kewajibann untuk kita laksanan. Maka dengan dari itu, sudah sepatutnya kita berusaha untuk memperingatkan diri kita sendiri maupun seluruh orang mu’min dan mu’minat agar menundukkan/memelihara pandangan mereka. Kenapa? Karena semakin lama seseorang asik memandang dengan khianat maka akan semakin membuat dirinya sulit untuk melepas pandangan itu. Oleh karenanya sebelum dia makin terlena maka naihatilah mereka, tentunya dengan cara yang baik. Ingatlah sekali lagi bahwa pandangan merupakan awal mula dari kemaksiatan yang sebenarnya. Oleh sebab itu katakanlah kepada mereka dan hindarilah segala hal yang menyebabkan mereka tidak memelihara pandangannya, karena pandangan yang tidak terpelihara dapat membawa kehancuran bagi dirinya sendiri bahkan kepada orang-orang disekitarnya, dan bisa jadi kitapun akan terkena dampak dari pandangan yang khianat itu walaupun pandangan kita telah kita pelihara. Naudzubillahimindzalik.

Catatan Kaki:

(9) Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah(14) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-Nahl:125) dan “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushshilaat:34)

(10) Saya dapat menyimpulkan bahwa, ketika seseorg menyebabkan orang lain berbuat dosa maka diapun juga menanggung dosa orang tersebut, masalah ini tersirat pada ayat yang berbunyi:
(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu. An-Nahl:25
Berbeda dengan permasalah dosa yang diakibatkan oleh tangan sendiri, sehingga yang menanggung dosanya adalah hanya orang tersebut.

(11) Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. Al-Isra’:36

(12) Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Ar-Rum:41

(13) Saya mengambil kutipan ini dari: Hadits Web bahwa pengutip mengatakan:
“Saya (Sofyan Efendi) mengambil hadits ke-6 ini langsung dari kitab Ringkasan Shahih Bukhari karya Al-Albani, karena saya melihat arti (terjemahan) yang disampaikan kurang tepat. Tulisan aslinya adalah sebagai berikut:
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Sesungguhnya sesuatu yang halal telah jelas serta yang haram juga telah jelas dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (yang masih samar/tidak jelas); yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)nya. Barangsiapa yang berhati-hati terhadap perkara syubhat, maka sesungguhnya dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus kepada perkara syubhat, pasti akan terjerumus kepada yang haram. Seperti halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan, sehingga dikhawatirkan hampir-hampir (menggembala) di dalamnya. Ingatlah bahwa tiap-tiap raja mempunyai larangan. Ingatlah bahwa larangan Alloh adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, ia adalah "jantung."” (HR. Bukhori dan Muslim). Padahal kalimat yang tepat bukan menyatakan "pasti", tapi "hampir-hampir" serta segumpal daging tersebut adalah "hati", bukan "jantung". Wallaahu'alam. Saya memohon ampun kepada Allah jika seandainya saya yang salah.” Allahuma Amiin

(14) Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

(15) Suatu ketika saya pernah membaca suatu buku yang disunting dari karya Al-Albani, jika tidak salah judul bukunya "Hadist Dhaif ... yang Ada di Indonesia", beliau menyatakan bahwa hadist ini bermasalah, entah karena lemah atau karena cacat sanadnya, namun sebagian besar ulama, menggunakan dalil ini dalam ruang lingkup memelihara pandangan, seperti buku Ghudhul Bashar karya: Syaikh 'Abdul 'Aziz Ghazuli. Wallahu Alam Bisyawab, Semoga Allah Senantiasa memaafkan segala kesalahan kami. Allahuma Amiin



Sumber-sumber Referensi Pendamping Artikel ini:
Al-Qur'anul Kariim
Al-Qur'an Online(http://alqur’anonline.co.cc)
Ghudhul Bashar karya: Syaikh 'Abdul 'Aziz Ghazuli
As Sunnah(Yahoo Grups) (http://groups.yahoo.com/group/assunnah/message/45823)
Hadits Web (http://opi.110mb.com/haditsweb/arbain/hadits6.htm#[1])
Ukhti Hafidz Blog (http://ukhtihafidz.blogspot.com/2009/02/ghadzul-bashor.html)
Dll

Segala Puji Bagi Allah
Semoga Allah memaafkan aku jika aku bersalah
Allahuma Amiin

Wallahu 'Alam Bisyawab
(CMIIW | Koreksi aku jika aku melakukan kesalahan)

***
Ruang Diskusi untuk Artikel ini: AIFA (http://www.facebook.com/note.php?saved&&suggest¬e_id=132006400876&id=110495747345)

***
First level Distribution: We Are Support to Against The Virtual Khalwat(http://www.facebook.com/note.php?saved&&suggest¬e_id=124645088119&id=106995336674)

"" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )

Menahan pandangan bagian 2

Ketika kita telah merasakan manisnya iman maka Allah akan memberikan ketenteraman pada hati kita. Sehingga dengan karunia ini kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan mudah walaupun masalah tersebut sebesar gunung sekalipun. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang senantiasa mememelihara pandangannya dengan rasa malu (6) Kepada Allah, lantaran rasa malu itu dapat mencegah dirinya dari hal-hal yang membuat Allah Cemburu kepadanya.
Subhanallah, sebegitu indahnya pemeliharaan pandangan sehingga Allah menjamin manisnya keimanan kepada mereka. Namun, jika kita tidak mampu menundukkan/memeliharanya, justru hal itu akan membawa kita kepada Kemurkaan Allah.

Beberapa dari sekian banyak alasan yang mengharuskan seorang muslim untuk memelihara pandangannya lantaran dengan memelihara pandangan, seseorang dapat terhindar dari rasa kegelisahan. Kegelisahan ini terjadi lantaran Hidayah dari Allah yang turun ke hati terhalang oleh selaput yang terbuat dari “bahan” hasil kemaksiatan, yang dimana salah satu contoh dari “bahan” hasil dari kemaksiatan ini berupa pandangan-pandangan yang khianat. Selaput tersebut menutupi hati lantaran sang hati mungkin sudah tidak menghiraukan Keimanan yang masih tersimpan pada relung-relungnya sehingga sang hati terbawa untuk terus memberikan perintah kepada mata agar terus memandang santapannya supaya kebutuhan sang hati menjadi terpenuhi, hingga tanpa sadar sang hati itu menjadi gelap karena diselimuti selaput-selaput hitam yang terpancar dari pandangan yang khianat itu. Dan sang hatipun menjadi keras seperti batu. Akibatnya relung-relung pada hati menjadi hampa terhadap hidayah, lantaran Pancaran Hidayah tidak dapat masuk ke dalam relung-relung yang telah diselimuti oleh selaput hitam tadi, Dan akhirnya, hal ini dapat menyebabkan menumpulnya firasat apalagi jika hatipun telah benar-benar terbius oleh indahnya memori-memori dari “bahan” hasil kemaksiatan tadi, maka orang itu bisa dipastikan akan terlupa tentang pesona manisnya hidayah, selain manisnya kemaksiatan yang melenakan dan pada akhirnya diapun akan semakin sulit terlepas dari masa kegelapan itu karena semakin lama masa itu maka akan menyebabkannya makin terlena dan terlupa.
Jika telah sampai pada kondisi ini, dirinya akan merasa menderita lantaran keinginan dirinya yang selalu terpenuhi oleh sang hati yang telah terbius oleh kegelapan selaput maksiat tadi menyebabkan gelapnya fungsi dari seluruh organ tubuh lainnya terhadap jiwa-jiwa Rabbani, karena jika hati itu telah rusak maka rusak pulalah anggota tubuh lainnya(7).

Keinginan dirinya terhadap maksiat itu terpenuhi namun sayangnya, kebutuhannya terhadap peyalurkannya tidak terpenuhi, sehingga menyebabkan dirinya menderita dan untuk mengurangi rasa deritanya ini, bisa dipastikan dia akan terus bermaksiat hingga dia bisa menyelaraskan keinginan penyalurannya, justru hal itu malah membuat hatinya makin mengeras dan membuat dirinya makin menggebu-gebu terhadap keinginan itu, sehingga dapat menyebabkan hidayah yang masih tersisa di dalam relung-relung sang hati tidak mampu lagi untuk menasehati dirinya sendiri untuk tidak melakukan maksiat maka Cahaya Iman yang tersisa di hati itu akan makin habis terkikis oleh rivalnya -kemaksiatan-, sehingga pada akhirnya akan membawanya kepada kemaksiatan yg sebenarnya, yang dimana hal itu membawanya menjadi hina dan pada akhirnya dia harus terlempar ke pada api yang langit dan bumi saja tidak sanggup menahan panasnya, Selama dirinya tidak pernah Bertaubat(8) kepada Allah atas perbuatannya. Naudzubillahimidzalik.
(Bersambung ke Part 3)

Catatan Kaki:
(6) Dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata : Rasulullah bersabda, "Malulah kepada Allah dengan sebenar benarnya." kami berkata, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami benar benar merasa malu, alhamdulillah. " Beliau bersabda, 'Bukan itu yang dimaksudkan. Akan tetapi yang disebut dengan malu kepada Allah dengan sebenar benarnya adalah engkau menjaga kepada (mata) dan segala apa yang disaksikannya; menjaga perut dan segala apa yang masuk kedalamnya; dan mengingat kematian beserta siksaan yang akan menimpanya. Barangsiapa yang menginginkan (kehidupan) akhirat, maka tinggalkanlah perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang melakukan semua itu berarti ia telah merasa malu.

(7) “…Ingatlah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, ia adalah hati(13)” (HR. Bukhori dan Muslim).

(8) Taubat Nasuha, Taubat yang sebenar-benarnya/ taubat yang sungguh-sungguh. Masalah taubat sungguh-sungguh dimuat pada ayat QS.At-Tahrim(66):8

" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )

Menahan pandangan bagian 1

"
Segala puji bagi Allah Yang telah menyempatkanku untuk berbagi dalam tulisan ini. Salawat serta salam ku panjatkan kepada Baginda Rasulullah Shallallahu wa Salam yang telah mengajarkan kita tentang Hikmah serta Keindah Islam, Subhanallah. Tidak lupa aku panjatkan Salawat serta Salam kepada Keluarga dan Sahabat Beliau beserta kepada orang-orang yang senantiasa berhijerah ke arah yang dIrahmati oleh Allah Yang Maha Pemurah.

Bismillahirrahmanirrahiim…

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."
QS.An-Nur(24):30

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. …. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
QS.An-Nur(24):31

Saudaraku,
Allah Subhanna wa Ta’alaa telah Berfirman kepada laki-laki yang Beriman di dalam Surah An-Nur Ayat 30 atas sebuah Karunia kesucian ketika mereka mampu memelihara pandangan yang khianat(1) dan memelihara kemaluannya.

Allah Subhana wa Ta’alaa pun Juga Berfirman kepada wanita-wanita beserta orang-orang yang Beriman di dalam Surah An-Nur Ayat 31 atas sebuah keberuntungan ketika wanita-wanita yang Beriman itu mampu memelihara pandangan mereka, mampu memelihara kemaluan mereka dari perbuatan-perbuatan keji, mampu menyembunyikan perhiasan-perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak(2) dari orang-orang yang tidak dijelaskan pada perintah didalam ayat tersebut.
Bahkan ada pada suatu hadist dijelaskan bahwa dengan kita memelihara pandangan yang khianat maka kita akan mendapatkan manisnya iman(3). Allah Memberikan Karunia itu kepada mereka, karena mereka lebih cenderung kepada Keimanan daripada kemaksiatan sehingga hal ini dapat menjadikan hatinya diliputi oleh selaput-selaput kemaksiatan. Dan, Ketika mereka telah merasakan manisnya iman, maka merekapun akan enggan untuk bermaksiat, bahkan terfikirpun tidak. Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata : “Sesungguhnya apabila hati telah merasakan manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya maka tidak ada yang lebih manis, lebih indah, lebih nikmat dan lebih baik darinya.”(4) Sehingga ketika kita telah menjauhkan diri kita dari segala maksiat, maka hal ini akan membuat kita semakin dekat kepada Allah dan cahaya-cahaya Hidayah akan mudah masuk ke dalam nurani kita sebagai penentram hati.
Subhanallah, sungguh Karunia yang besar bagi orang-orang yang senantiasa memelihara pandangannya. Hati telah menjadi tenteram lantaran dapat mengingat Allah(5), apalagi mengingati Allah ini dapat dengan mudah didapati lantaran tidak adanya selaput penghalang yang berupa selaput kemaksiatan dalam menghalangi masuknya Cahaya Hidayah kedalam hati.

Ketika kita telah merasakan manisnya iman maka Allah akan memberikan ketenteraman pada hati kita. Sehingga dengan karunia ini kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan mudah walaupun masalah tersebut sebesar gunung sekalipun. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang senantiasa mememelihara pandangannya dengan rasa malu (6) Kepada Allah, lantaran rasa malu itu dapat mencegah dirinya dari hal-hal yang membuat Allah Cemburu kepadanya.
Subhanallah, sebegitu indahnya pemeliharaan pandangan sehingga Allah menjamin manisnya keimanan kepada mereka. Namun, jika kita tidak mampu menundukkan/memeliharanya, justru hal itu akan membawa kita kepada Kemurkaan Allah.
(Bersambung ke Part 2)

Catatan kaki:
(1) Yang dimaksud dengan pandangan mata yang khianat adalah pandangan yang dilarang, seperti memandang kepada wanita yang bukan muhrimnya.(Kutipan dari Al-Qur'an Digital pada Surah Al-Mu'min:19)

(2) Tafsir Jalalain yg dikutip dari Al-Qur'an Online : ...(dan janganlah mereka menampakkan) memperlihatkan (perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya) yaitu wajah dan dua telapak tangannya, maka kedua perhiasannya itu boleh dilihat oleh lelaki lain, jika tidak dikhawatirkan adanya fitnah. Demikianlah menurut pendapat yang membolehkannya. Akan tetapi menurut pendapat yang lain hal itu diharamkan secara mutlak, sebab merupakan sumber terjadinya fitnah.

(3) Rasulullah saw bersabda : Pandangan adalah salah satu anak panah beracun, diantara anak panah iblis. Semoga Allah melaknatinya. Barang siapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah maka ia telah diberi Allah keimanan yang mendapatkan kelezatannya didalam hatinya. (Al Hadits riwayat Imam Al Hakim) (15)

(4) Saya mengutip perkataan ini dari: Ukhti Hafidz Blog

(5) (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar-Rad:28)

" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )

Senin, 31 Agustus 2009

Cinta Allah terhadap hambanya

"Mengapa kita sering merasa malas dan berat dalam melaksanakan ibadah dan amal-amal soleh? Jawabannya adalah karena tidak adanya rasa cinta dalam hati kita terhadap Allah SWT. Cinta adalah merupakan motivasi dan enerji yang sangat penting dalam mendorong seseorang untuk patuh dalam melaksanakan suatu perintah, atau mencegah suatu larangan.

Untuk dapat menumbuhkan rasa cinta kita kepada Allah SWT kita harus mengenal dulu tentang cinta Allah kepada kita sebagai hamba-Nya.

Cinta Allah Terhada Hamba-Nya dalam Al-Qur’an

Allah berfirman:
“ Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamaNya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (5:54)

Dalam ayat diatas kita lihat Allah mendahulukan cinta-Nya kepada hambanya daripada cinta hamba-Nya terhadap-Nya. Padahal Allah SWT sendiri tidak memerlukan untuk mencintai hamba-Nya atau dicintai.

Cinta Allah Terhadap Hamba-Nya Dalam Hadith Qudsi

Dalam Hadith Qudsi Nabi (S) bersabda bahwa Allah SWT berkata: “Kalau Allah SWT mencintai seorang hamba, maka beliau memanggil Jibril. “O Jibril! Aku mencintai si fulan, maka cintailah dia. Lalu Jibril memanggil penghuni langit. “Wahai penghuni langit! Sesungguhnya Allah mencintai si fulan maka cintailah dia. Lalu penghuni bumipun mencintainya”

Siapakah Diantara Manusia Yang Dicintai Oleh Allah itu?

1. Attawabin Orang-orang yang bertaubat (2:222)
2. Almutatohirin Orang-orang yang suka bersuci (2:222)
3. Al-Muqsitin Orang-orang yang adil (5:42)
4. Al-Mutaqin Orang-orang yang taqwa (3:76)
5. Al-Muhsinin Orang-orang yang suka berbuat kebaikan (3:134)
6. Al-Mutawakilin Orang-orang yang bertawakal kepada Allah (3:159)
7. As-Sobirin Orang-orang yang sabar (3:146)

KETINGGIAN CINTA ALLAH

Dalam Hadith Qudsi Nabi bersabda bahwa Allah (SWT) berkata
“Sesungguhnya antara Aku dan hamba-Ku terdapat berita yang besar:
Aku menciptakan (mereka) tapi mereka menyembah yang lain
Aku Yang memberi rizqi (kepada mereka) tapi mereka malah berterima kasih kepada orang lain
Kebaikan-Ku mengucur terus kepada mereka, tapi mereka malah membalasnya dengan kejelekan
Aku mendekatkan diri-Ku kepada mereka (agar mencintai-Ku), tapi mereka malah menyambutnya dengan dosa-dosa (yang membuat-Ku benci), padahal mereka sangat perlu pada-Ku.
Orang-orang yang senang berzikir, adalah orang-orang suka pada majlis-Ku (berkumpul dengan-Ku). Maka barangsiapa yang ingin selalu hadir dimajlis-Ku, hendaklah dia menbanyakan zikir.
Orang-orang yang ta’at pada-Ku, adalah orang-orang yang Aku cintai
Orang-orang yang suka berbuat ma’siat tidak akan Aku putuskan harapannya (untuk kembali pada-Ku)
Seandainya mereka kembali (bertaubat) pada-Ku, maka Aku adalah kekasih mereka
Barangsiapa yang datang pada-Ku dengan bertaubat maka Aku akan sambut mereka dari jauh
Barangsiapa yang berpaling dari-Ku, Aku akan panggil mereka dari dekat.
Aku berkata pada nya: Mau kemana kamu pergi? Apakah kamu punya tuhan selain Aku?
Satu amal kebaikan Aku balas dengan sepuluh pahala
Sedangkan suatu amal yang buruk aku balas dengan satu kejahatan, atau Aku ampuni.
Demi kemegahan dan keagungan-Ku kalau mereka memohon ampun pada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya”

Disini kita lihat bagaimana Allah mencurahkan rasa cintanya dan rahmatnya kepada hambanya?

Memang tidak aneh kalau seorang hamba mencari-cari untuk dicntai oleh tuannya, tapi yang aneh justru tuannya yang mecari-cari perhatian untuk dicintai oleh hambanya, padahal dia tidak perlu dengan cintanya itu. Yang berbuat demikian itu hanyalah Allah SWT.

UNTUK MENUNJUKKAN RASA CINTANYA, ALLAH TURUN KELANGIT PERTAMA SETIAP MALAM

Nabi (SAW) bersabda: “Apabila sepertiga malam tiba, maka Allah turun kelangit pertama (sesuai dangan keagungan-Nya). Lalu memanggil (hamba-Nya):
Adakah orang yang mau bertaubat? Aku akan menerima taubatnya
Adakah orang yang minta ampun? Aku akan mengampuninya
Adakah orang yang memerlukan sesuatu? Aku akan penuhi keperluannya
Hal seperti itu dilakukan oleh Allah setiap malam”

Memang kita sebagai hamba-Nya kadang-kadang keterlaluan. Bukankah kita sering mengabaikan uluran tangan Allah SWT itu? Kita tetap saja tidur nyenyak, seolah-olah kita tidak perlu pada-Nya. Jangankan menyambut panggilan Allah pada saat itu, malah kita sering mengabaikan perintah-Nya yang wajib, yaitu salat Subuh. Kita tidak malu padaNya, subuh kesiangan terus. Tapi Dia tetap menyediakan semua yang kita perlukan ketika kita bangun. Anggota badan kita tetap berfungsi, sehat afiat, air tersedia, matahari terbit seperti biasa, makanan dan minuman mudah didapat dsb.

KENAPA ALLAH MENCINTAI HAMBANYA SEDEMIKAN RUPA?

Biasanya apa yang kita ciptakan dengan tangan kita sendiri, kita mencintainya. Tulisan yang kita tulis dan dimuat di majalah atau surat kabar atau dicetak dalam sebuah buku, pasti kita mencintainya. Demikan juga anak kita yang baru lahir mesti kita mencintainya.
Begitulah juga halnya dengan Allah, karena Dia yang menciptakan maka Diapun cinta akan ciptaannya.
Allah berfirman: “
"Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?" (7:.12)

“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”(15:29)

APA TANDA-TANDA KECINTAAN ALLAH TERHADAP HAMBANYA DI DUNIA INI?

Diantara tanda-tanda cinta Allah terhadap hamba-Nya adalah sbb:

1. Tidak Cepat-Cepat Menurunkan Siksaan
Sengaja Allah SWT menunda-nunda siksaan terhadapa hamba-Nya yang berbuat dosa sebagai tanda cinta-Nya dan untuk memberikan kesempatan kepada hamba-Nya agar segera bertaubat.
“Jika Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya.” (16:61)

“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (35:45)

2. Allah Menerima Tobat
“Yang Mengampuni dosa dan Menerima tobat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nya lah kembali (semua makhluk). (40:3)

3. Satu Kebaikan Dibalas Dengan Sepuluh Pahala
“Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan). (6:160)

4. Amal sedikit dibalas dengan imbalan pahalan yang besar
Misalnya:
a. Puasa pada hari Arafat menghapuskan dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang
b. Puasa Ashura (10 Muharram) menghapuskan dosa setahun yang silam
c. Barangasiapa membaca “Subhanallah” 100X dalam sehari Allah akan mengampuni dosanya maskipun sebesar buih dilautan
d. Seorang suami yang bangun malam dan membangunkan istrinya kemudian melakukan qiamul lail (salat malam) akan dihujani dengan rahmat Allah SWT.
e. Barangsiapa yang berkata malam dan siang
“Aku rela Allah sebagai tuhanku Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasulku”
Maka dia akan mendapatkan keridhaan Allah pada hari itu

f. Barangsiapa yang membaca doa berikut ini 3 kali dipagi hari dan dimalam hari, maka tidak akan terkena gangguan apapun pada hari itu.

“Dengan nama Allah, yang dengan nama-Nya tidak ada sesuatupun dilangit dan dibumi dapat menggangunya/mencelakakannya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”

g. Barangsiapa yang membaca do’a berikut ini setiap hari 3X, lalu dia mati pada hari itu maka dia akan menjadi penghuni syurga

“Allahumma Anta Rabbee, Laa ilaha illa anta Khalaqtanee Wa Anaa Ab du ka Wa Anaa ala Ahdika wa wa’dika mas tato’tu Auzu be ka min sharri maa so na’to Abu’u laka be ne’ matika alay ya Wa Abu’u be zan bee, fagh fear lee Fa in na who la yagh feru zunuba illa anta..
“O Allah you are my Lord There is no god but You You created me and I am Your servant And I am trying my best to keep my oath (of faith) to You
I seek refuge in You from my greatest-evil deed And I acknowledge Your blessing upon me And I acknowledge my sins So forgive me. For none but You can forgive sins (Read 3times every day)

5. Allah Menenangkan Hamba-Nya Dengan Ketetapan Rahmat-Nya
“Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah". Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman. 6:12

“Sesungguhnya Allah SWT telah menuliskan dibawah Arash bahwa Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku” Hadith

“Allah menghendaki kemudahan, dan tidak menyukai kesulitan” (2:185)

Setelah peperangan Uhud dimana kaum muslimin dikelilingi dengan kesedihan karena kalah perang, Rasulullah terluka, Hamzah dan 70 shahabat lainnya gugur, tiba-tiba Allah menghibur mereka dengan menurunkan ayat berikut ini:
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, (3:140-141)

6. Allah Mempersiapkan Syurga Oleh Diri-Nya sendiri.
“Aku telah mempersiapkan untuk hamba-Ku yang soleh suatu Syurga dimana mata tidak pernah melihatnya, telinga tidak pernah mendengarnya, dan tidak pernah terlintas dalam hati atau pikiran (bagaimana indahnya syurga itu).” Hadith.

7. Nama-nama Allah Yang Indah (Jamal) Melebihi Nama-nama-Nya Yang Gagah
Seperti Arrahman (Maha Pengasih), Alwadud (Maha Sayang), Al-Ghafur (Pangampun) , Attawab (Penerima tobat), Assobur (Maha Sabar), Al-Halim (Maha Panyantun) dsb.

8. Allahlah Yang Memohon Kita Untuk Berdo’a Kepada-Nya
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina". (40:60)

9. Allah SWT Menjamin Kehidupan Kita Didunia
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz) (11:6)

10. Membuat Kita Orang Yang Mendekat Keagama
“Sesungguhnya Allah SWT memberi dunia kepada yang suka dan yang tidak suka. Namun Dia tidak memberi agama kecuali kepada yang suka. Barangsiapa yang diberi agama, maka berarti dia telah dicintai oleh Allah” (Hadith).
Maksudnya kalau tiba-tiba kita merasa dekat dengan agama, rajin solat, rajin hadir majlis ilmu itu merupakan tanda akan kecintaan Allah (SWT) kepada kita. Maka kita harus memanfaatkan momentum itu dengan sungguh-sungguh, sebelum syaitan datang mengganggu kita.

11. Menjadikan Kita Senang Mempelajari Agama
Termasuk tanda kecintaan Allah kepada kita adalah apabila kita merasa senang memperdalam ilmu agama. Nabi (SAW) bersabda: “Apabila Allah SWT menyenangi seseorang maka dibuatnya dia senang memperdalam agama”

12. Allah Mengajarkan Kita Untuk Lemah lembut
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (3:159)
Misalnya seorang ayah yang bisanya kasar dan bengis tiba-tiba menjadi lemah lembut.

13. Allah Memudahkan Keta’atan
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (286)
Semua perintah Allah sesungguhanya mudah untuk dilaksanakan, karena Dia tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuanya. Hal itu merupakan tanda akan kecintaan-Nya terhadap hamba-Nya.

14. Allah Menciptakan Suasana Yang Membuat Kita Mati Dalam Husnul Khatimah
“Apabila Allah mencintai seseorang maka Dia membuatnya mudah untuk berbuat segala amal soleh ketika ajalnya sudah dekat, sehingga tetangganya (dan orang disekitarnya) mengetahuinya”


KALAU ALLAH MENCINTAI HAMBANYA, KENAPA KADANG-KADANG MEREKA DITIMPA COBAAN DAN MUSIBAH?

Jawabannya adalah:

a. Kadang-kadang musibah atau cobaan itu untuk membuat seseorang sadar dari ma’siat yang selama ini dilakukannya

b. Kadang-kadang untuk meningkatkan derajat seseorang diakhirat nanti

c. Kadang-kadang untuk memperingatkan seseorang akan ni’mat yang selama ini diberikan oleh Allah SWT dan dia tidak menyadarinya. Baru ketika ni’mat itu hilang dari tanganya dia sadar akan kebesaran ni’mat itu.

d. Kadang-kadang agar dia menyadari akan realita kehidupan dunia yang fana ini, bahwa tidak ada kebahagian yang sejati. Sehingga akhirnya dia rindu akan kehidupan akhirat.

e. Kadang-kadang untuk menguji seseorang apakah dia ridho dengan ketetapan Allah SWT dan kebijaksanaan-Nya atau tidak.?

f. Kadang-kadang agar seseorang yang ditimpa musibah atau cobaan itu masuk syurga tanpa dihisab lagi karena kesabarannya. “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa dihisab lagi (39:10)

g. Kadang-kadang untuk menghapuskan dosa seseorang. Karena apapun penderitaan yang menimpa seorang mu’min-meskipun hanya duri yang mengena jari tangannya- akan diberi pahala (dan manghapuskan dosa)

h. Dsb.

Itulah uraian tentang diantara tanda-tanda kecintaan Allah kepada kita. Mari kita renungkan agar kita timbul kesadaran dalam diri kita, sehingga nantinya insha Allah akan tumbuh benih cinta dihati kita terhadap-Nya. Kalau cinta sudah bersemi dihati kita maka pasti kita akan merasa mudah dan ni’mat dalam melaksanakan perintah-Nya.

Wallahu alam
Mohamad Joban

Sumber: Klik di Sini

" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )

Cinta karena Allah

Erwin Arianto

Kata pujangga cinta letaknya di hati. Meskipun tersembunyi, namun getarannya
tampak sekali. Ia mampu mempengaruhi pikiran sekaligus mengendalikan
tindakan. Sungguh, Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih
emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga,
derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat. Cintalah yang mampu
melunakkan besi, menghancurkan batu karang, membangkitkan yang mati dan
meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah
dasyatnya cinta (Jalaluddin Rumi).

Namun hati-hati juga dengan cinta, karena cinta juga dapat membuat orang
sehat menjadi sakit, orang gemuk menjadi kurus, orang normal menjadi gila,
orang kaya menjadi miskin, raja menjadi budak, jika cintanya itu disambut
oleh para pecinta palsu. Cinta yang tidak dilandasi kepada Allah. Itulah
para pecinta dunia, harta dan wanita. Dia lupa akan cinta Allah, cinta yang
begitu agung, cinta yang murni.

Cinta Allah cinta yang tak bertepi. Jikalau sudah mendapatkan cinta-Nya, dan
manisnya bercinta dengan Allah, tak ada lagi keluhan, tak ada lagi tubuh
lesu, tak ada tatapan kuyu. Yang ada adalah tatapan optimis menghadapi
segala cobaan, dan rintangan dalam hidup ini. Tubuh yang kuat dalam
beribadah dan melangkah menggapai cita-cita tertinggi yakni syahid di
jalan-Nya.

Tak jarang orang mengaku mencintai Allah, dan sering orang mengatakan
mencitai Rasulullah, tapi bagaimana mungkin semua itu diterima Allah tanpa
ada bukti yang diberikan, sebagaimana seorang arjuna yang mengembara,
menyebarangi lautan yang luas, dan mendaki puncak gunung yang tinggi demi
mendapatkan cinta seorang wanita. Bagaimana mungkin menggapai cinta Allah,
tapi dalam pikirannya selalu dibayang-bayangi oleh wanita/pria yang
dicintai. Tak mungkin dalam satu hati dipenuhi oleh dua cinta. Salah satunya
pasti menolak, kecuali cinta yang dilandasi oleh cinta pada-Nya.

Di saat Allah menguji cintanya, dengan memisahkanya dari apa yang membuat
dia lalai dalam mengingat Allah, sering orang tak bisa menerimanya. Di saat
Allah memisahkan seorang gadis dari calon suaminya, tak jarang gadis itu
langsung lemah dan terbaring sakit. Di saat seorang suami yang istrinya
dipanggil menghadap Ilahi, sang suami pun tak punya gairah dalam hidup. Di
saat harta yang dimiliki hangus terbakar, banyak orang yang hijrah kerumah
sakit jiwa, semua ini adalah bentuk ujian dari Allah, karena Allah ingin
melihat seberapa dalam cinta hamba-Nya pada-Nya. Allah menginginkan bukti,
namun sering orang pun tak berdaya membuktikannya, justru sering berguguran
cintanya pada Allah, disaat Allah menarik secuil nikmat yang dicurahkan-Nya.

Itu semua adalah bentuk cinta palsu, dan cinta semu dari seorang makhluk
terhadap Khaliknya. Padahal semuanya sudah diatur oleh Allah, rezki, maut,
jodoh, dan langkah kita, itu semuanya sudah ada suratannya dari Allah,
tinggal bagi kita mengupayakan untuk menjemputnya. Amat merugi manusia yang
hanya dilelahkan oleh cinta dunia, mengejar cinta makhluk, memburu harta
dengan segala cara, dan enggan menolong orang yang papah. Padahal nasib di
akhirat nanti adalah ditentukan oleh dirinya ketika hidup didunia,
Bersungguh-sungguh mencintai Allah, ataukah terlena oleh dunia yang fana
ini. Jika cinta kepada selain Allah, melebihi cinta pada Allah, merupakan
salah satu penyebab do'a tak terijabah.

Bagaimana mungkin Allah mengabulkan permintaan seorang hamba yang merintih
menengadah kepada Allah di malam hari, namun ketika siang muncul, dia pun
melakukan maksiat.

Bagaimana mungkin do'a seorang gadis ingin mendapatkan seorang laki-laki
sholeh terkabulkan, sedang dirinya sendiri belum sholehah.

Bagaimana mungkin do'a seorang hamba yang mendambakan rumah tangga sakinah,
sedang dirinya masih diliputi oleh keegoisan sebagai pemimpin rumah tangga..

Bagaimana mungkin seorang ibu mendambakan anak-anak yang sholeh, sementara
dirinya disibukkan bekerja di luar rumah sehingga pendidikan anak
terabaikan, dan kasih sayang tak dicurahkan.

Bagaimana mungkin keinginan akan bangsa yang bermartabat dapat terwujud,
sedangkan diri pribadi belum bisa menjadi contoh teladan

Banyak orang mengaku cinta pada Allah dan Allah hendak menguji cintanya itu.
Namun sering orang gagal membuktikan cintanya pada sang Khaliq, karena
disebabkan secuil musibah yang ditimpakan padanya. Yakinlah wahai saudaraku
kesenangan dan kesusahan adalah bentuk kasih sayang dan cinta Allah kepada
hambanya yang beriman…

Dengan kesusahan, Allah hendak memberikan tarbiyah terhadap ruhiyah kita,
agar kita sadar bahwa kita sebagai makhluk adalah bersifat lemah, kita tidak
bisa berbuat apa-apa kecuali atas izin-Nya. Saat ini tinggal bagi kita
membuktikan, dan berjuang keras untuk memperlihatkan cinta kita pada Allah,
agar kita terhindar dari cinta palsu.

Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan hambanya yang betul-betul berkorban
untuk Allah Untuk membuktikan cinta kita pada Allah, ada beberapa hal yang
perlu kita persiapkan yaitu:

1) Iman yang kuat

2) Ikhlas dalam beramal

3) Mempersiapkan kebaikan Internal dan eksternal. kebaikan internal yaitu
berupaya keras untuk melaksanakan ibadah wajib dan sunah. Seperti
qiyamulail, shaum sunnah, bacaan Al-qur'an dan haus akan ilmu. Sedangkan
kebaikan eksternal adalah buah dari ibadah yang kita lakukan pada Allah,
dengan keistiqamahan mengaplikasikannya dalam setiap langkah, dan tarikan
nafas disepanjang hidup ini. Dengan demikian InsyaAllah kita akan menggapai
cinta dan keridhaan-Nya.




" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )

KEMBALI KEPADA RAMADHAN KAUM SALAF 4

"
'Lady Ukhti Fillah Rahimakumullah 31 Agustus jam 11:10 Balas
Dan membukakan orang yang puasa, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

من فطر صائماً كان له مثل أجره لا ينقص من أجر الصائم شيئاً.

"Barangsiapa yang membukakan orang yang puasa, niscaya untuknya pahala seperti pahalanya tanpa mengurangi pahala orang yang puasa sedikitpun juga." (HR. Ahmad dan An-Nasai serta dinyatakan shahih oleh Al-Albani)

Banyak sekali dari kaum salaf yang mengutamakan orang lain dengan berbuka mereka, sedangkan mereka berpuasa, di antaranya adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu, Daud ath-Thai, Malik bin Dinar, Ahmad bin Hanbal rahimahumullah, dan Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu tidak berbuka kecuali bersama anak-anak yatim dan orang-orang miskin.

Keenam: I'tikaf dan memperbanyak ibadah di sepuluh hari terakhir (di bulan Ramadhan):
Sunnah I'tikaf banyak ditinggalkan orang kebanyakan manusia yang mampu melakukannya, padahal disebutkan di dalam al-Qur`an dan sunnah. Salafus shaleh sangat bersemangat melakukan dan melaksanakannya karena mengandung pahala besar dan bertepatan sepuluh hari terakhir yang diharapkan padanya lailatul qadar yang lebih baik dari pada seribu bulan. I'tikaf adalah ibadah yang dimudahkan bersamanya segala ibadah, seperti membaca al-Qur`an, shalat, zikir dan do'a. dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

كان النبي يعتكف في كل رمضان عشرة أيام فلما كان العام الذي قبض فيه اعتكف عشرين يوماً.

Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, Ibnu Umar dan Anas radhiyallahu 'anhu meriwayatkan: 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam i'tikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari, maka tatkala di tahun yang beliau wafat, beliau i'tikaf selama dua puluh hari." (HR. Bukhari & Muslim)

Dan untuk i'tikaf adalah beberapa hukum yang mesti dipelajari oleh yang berpuasa untuk ibadah yang agung ini, maka dengannya i'tikafnya menjadi benar di atas sunnah.

Ketujuh: mengawasi lailatul qadar dan memperbanyak berdoa:
Maka sesungguhnya puasa termasuk salah satu penyebab dikabulkan doa. Maka sudah semestinya orang yang puasa bersungguh-sungguh atasnya sepanjang malam bulan Ramadhan, maka ia adalah pintu kebaikan yang paling luas dan jalan yang paling mudah kepadanya. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أعجز الناس من عجز عن الدعاء.

"Manusia yang paling lemah adalah orang yang lemah berdoa." (HR. Ibnu Hibban, Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir: 1044)

Terlebih lagi, sesungguhnya kesungguhan seorang muslim shalat di bulan Ramadhan sesuai waktu sahurnya, yaitu waktu penuh berkah yang dikabulkan doa, dihapuskan kesalahan, dan ditunaikan hajat padanya.

Hati-hatilah, wahai saudaraku yang mulia, bahwa engkau keluputan kebaikan besar dan keutamaan yang mulia, yaitu lailatul qadar. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

من قام ليلة القدر إيماناً واحتساباً غُفر له ما تقدم من ذنبه.

"Barangsiapa yang ibadah (shalat) pada lailatul qadar karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni dosanya yang terdahulu." (HR. al-Bukhari)

Maka alangkah agungnya seorang muslim itu padanya diampuni segala kesalahan, dicapai derajat dengannya dan sesungguhnya ia harus dicari, mesti ditekuni dengan sungguh atasnya karena mengharapkan taufiq untuk kebaikannya yang agung. Semoga rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala dan selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya sekalian.

Muraja':
Maktabah Jaliyat Rabwah http://www.islamhouse.com dengan penambahan seperlunya.



--
Mutiara Salafus Shalih:

Dari Abdullah bin Mas'ud radliyallahu 'anhu ia berkata :
"Ketahuilah hendaknya jangan satupun dari kalian bertaqlid kepada siapapun dalam perkara agamamu sehingga (bila) ia beriman ikut beriman bila ia kafir ikut pula menjadi kafir. Maka jika kamu tetap ingin berteladan maka ambillah contoh dari yang telah mati sebab yang masih hidup tidak aman dari fitnah." (Al Lalikai 1/93 nomor 130 dan Al Haitsamy dalam Al Majma' 1/180)

Dari Yunus bin Zaid dari Az Zuhri ia berkata :
"Ulama kami yang terdahulu (salaf) selalu mengingatkan bahwa berpegang teguh dengan As Sunnah itu adalah keselamatan dan ilmu akan tercabut dengan segera maka tegaknya ilmu adalah kekokohan agama dan dunia sedang dengan hilangnya ilmu hilang pula semuanya." (Ad Darimy 1/58 nomor 16)

" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )

KEMBALI KEPADA RAMADHAN KAUM SALAF 3

Keempat: adab-adab puasa yang wajib, di antaranya:
1. Menjauhi dusta.
2. Menjauhi ghibah (mengupat).
3. Menjauhi namimah (mengadu domba).
4. Menjauhi bersaksi palsu.
5. Menjauhi menipu dalam transaksi.

Kelima: Adab-adab puasa yang dianjurkan/disunnahkan:
1. Menunda sahur dan menyegerakan berbuka.
2. Menahan lisan dari perkataan sia-sia dan tidak berguna.
3. Membukakan orang yang puasa.
4. Mendekatkan diri kepada Allah I dan sedakah dan amal shalih.

Saudaraku yang mulia, ingatlah selalu bahwasanya mendapat taufiq untuk puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala tidak bisa sempurna kecuali dengan menjaga hukum-hukum dan syarat-syaratnya serta mengikuti petunjuk Nabi r padanya. Puasa bukan hanya semata-semata menahan diri dari makan dan minum.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

من لم يدع قول الزور والعمل به، فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan palsu dan melakukannya, maka Allah tidak memperdulikan ia dalam meninggalkan makanan dan minumannya." (HR. Al-Bukhari)

Saudaraku, janganlah engkau melewatkan dengan memahami hukum-hukum puasa. Maka sesungguhnya ia adalah pondasi puasa. Dan janganlah engkau ketinggalan mengamalkannya, maka orang yang mengamalkan itu sedikit sekali.

Kedua: Menjaga shalat-shalat wajib:
Shalat adalah tiang agama dan diterimanya puasa mengharuskan diterimanya shalat. Bagaimana bisa manusia melalaikan shalat wajib dan menyia-nyiakannya, sementara ia berpuasa di siang harinya. Sedangkan mereka mengetahui bahwa menjaga shalat dalam waktunya lebih wajib di dalam Islam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

العهد الذي بينا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر

"Perjanjian yang ada di antara kita dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh ia menjadi kafir." (HR. Nasa'i, Tirmidzi dan Ahmad)

Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata: seorang hamba tidak akan pernah bisa menjadi 'abid (ahli ibadah), sekalipun ia mempunyai semua perkara kebaikan sehingga padanya ada dua perkara ini, yaitu puasa dan shalat, karena keduanya berasal dari darah dan dagingnya.

Mubarak dan Fadhalah rahimahullah berkata: 'Aku berkunjung kepada Tsabit al-Bunani rahimahullah di saat sakitnya. Dia tetap mengingat teman-temannya. Maka tatkala kami masuk kepadanya, ia berkata: 'Wahai saudaraku, kemarin aku tidak bisa shalat seperti biasanya, dan aku tidak bisa puasa seperti biasanya, aku juga tidak bisa mendatangi teman-temanku lalu berzikir kepada Allah bersama mereka seperti biasanya.' Kemudian ia berkata: 'Ya Allah, apabila Engkau menghalangi aku dari tiga perkara ini maka janganlah Engkau biarkan aku di dunia sesaat pun.' Lalu ia meninggal dunia saat itu.' Banyak sekali orang yang terlalaikan oleh film-film dan sinetron, atau tidur dan kelupaan, lalu ia berpaling dari menunaikan shalat. Ia mengira bahwa persoalannya ringan padahal ia sangat besar di sisi Allah.

Ketiga: Menjaga shalat tarawih: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

من قام رمضان إيماناً واحتساباً غُفر له ما تقدم من ذنبه.

Barangsiapa yang beribadah (shalat) di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni dosanya yang terdahulu." (HR Bukhari)

Dan dalam hadits Sa'ib bin Zaid t, ia berkata: "Umar bin Al-Khaththab menyuruh Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Daari untuk mengimami manusia dengan sebelas raka'at". Ia berkata :'Sesungguhnya imam membaca dua ratus ayat, sehingga kami memegang tongkat karena sangat lama berdiri dan kami tidak pulang kecuali saat fajar. (Diriwayatkan oleh Malik 1/115 dengan sanad yang shahih dari jalan Muhammad bin Yusuf)

Dan termasuk yang harus engkau jaga, wahai saudaraku, janganlah engkau pulang sebelum imam, maka sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

من قام مع إمامه حتى ينصرف كتب له قيام ليلة

"Barangsiapa yang shalat bersama imamnya sampai ia (imam) berpaling (pulang) niscaya ditulis untuknya shalat satu malam." (HR. Abu Dawud No. 1375, Tirmidzi No. 706 dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Albani)

Dan sesungguhnya di antara kesempurnaan iman dan mengharapkan pahala dalam puasa adalah bersemangat dalam shalat malam, tidak gelisah darinya, atau menyibukkan diri darinya di bulan Ramadhan. Terutama di masa kita sekarang ini, di mana sangat banyak sebab-sebab fitnah. Berbagai macan canel televisi menayangkan berbagai macam program yang menggiurkan, film dan sinetron langsung setelah berbuka puasa yang membuat orang lupa melaksanakan shalat, dan yang mereka lihat berupa kegilaan dan perbuatan sia-sia yang menggiurkan.

Keempat: Memperbanyak zikir dan membaca al-Qur`an:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wassalam adalah manusia yang paling pemurah, dan terlebih lagi di bulan Ramadhan saat Jibril 'alaihissalam menemuinya, lalu melakukan tadarus al-Qur`an. Jibril 'alaihissalam menemuinya setiap malam di bulan Ramadhan, lalu melakukan mudarasah al-Qur`an kepadanya. maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam saat ditemui Jibril 'alaihissalam lebih pemurah dengan kebaikan dari pada angin kencang yang bertiup." (HR. al-Bukhari)

Dan telah kami sebutkan contoh salafus shaleh dalam membaca al-Qur`an dan mudarasahnya di bulan Ramadhan. Bagaimana tidak, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan padanya, firman-Nya:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدىً لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. al-Qur`an:185)

Maka Allah memuliakan waktunya dengan kemuliaan al-Qur`an dan menjadikan pahala membacanya dilipat gandakan dan kebaikannya melimpat. Az-Zuhri rahimahullah, apabila masuk bulan Ramadhan, meninggalkan membaca hadits dan majelis ilmu, dan menghadapkan diri membaca al-Qur`an dari mushhaf. Sufyan ats-Tsauri rahimahullah, apabila tiba bulan Ramadhan, ia meninggalkan semua ibadah dan menghadapkan diri untuk membaca al-Qur`an.

Dan sudah seharusnya bagimu, wahai saudaraku yang mulia, engkau membacanya dengan tadabbur dan khusyu', hingga engkau merasakan hasil membacanya. Dan hendaklah engkau menjaga zikir-zikir yang diriwayatkan (dalam hadits). Sesungguhnya ia adalah pemukul syetan dan jalan mendapatkan ridha ar-Rahman. Terutama zikir pagi dan sore, hamdalah, tasbih, dan istighfar.

Sungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam: 'Apabila telah melaksanakan shalat fajar, beliau duduk di tempat shalat hingga terbit matahari.' Dan diriwayatkan darinya, beliau bersabda:

من صلى الفجر في حماعه ثم قعد يذكر الله حتى تطلع الشمس ثم صلى ركعتين كانت له كأجر حج وعمرة تامة تامة تامة.

"Barangsiapa yang shalat fajar berjamaah, kemudian ia duduk berzikir kepada Allah hingga terbit matahari, kemudian shalat dua rekaat, adalah baginya seperti pahala haji dan umrah yang sempurna." (Hadits hasan Riwayat Imam At Tirmidz)

Kelima: Pemurah dan bersedakah:
Dari Anas radhiyallahu 'anhu, ia berkata, 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أفضل الصدقة صدقة في رمضان

"Sedekah yang paling utama adalah sedakah di bulan Ramadhan." (HR. imam Tirmidzi)

Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa menggabungkan di antara puasa dan sedakah termasuk yang menyebabkan masuk surga, di mana beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

إن الجنة غرفاً يرى ظهورها من بطونها، وبطونها من ظهورها ! قالوا لمن يارسول الله؟ قال: لمن طيّب الكلام، وأطعم الطعام وأداما لصيام، وصلى بالليل والناس نيام.

"Sesungguhnya di dalam surga adalah kamar yang bisa dilihat depannya dari dalamnya, dan dalamnya dari depannya.' Mereka bertanya, 'Untuk siapakah wahai Rasulullah? Beliau Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Bagi orang yang memperbaiki ucapan, memberi makan, selalu puasa, shalat di malam hari sedangkan manusia tertidur." (HR. ath-Thabrani, al-Haitsami dengan sanad hasan dan al-Mundziri dengan sanad sahih).

Seorang peminta datang kepada imam Ahmad rahimahullah, lalu dia memberikan dua roti yang disiapkannya untuk sarapan pagi, kemudian dia berpuasa.

Dan gambaran bersedakah dan pemurah beraneka ragam, di antaranya: memberi makan. Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أيما مؤمن أطعم مؤمناً على جوع أطعمه الله من ثمار الجنة ومن سقى مؤمناًً على ظمأ سقاه الله من الرحيق المختوم

"Seorang mukmin manapun yang memberi makan kepada mukmin yang lain yang sedang kelaparan, niscaya Allah memberinya makanan dari buah-buah surga. Dan barangsiapa yang memberi minum seorang mukmin yang kehausan niscaya Allah I memberi minuman kepadanya dari rahiqul makhtum." (HR. imam Tirmidzi dengan sanad hasan)



" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )

KEMBALI KEPADA RAMADHAN KAUM SALAF 2

"
Maka jadikanlah –wahai saudaraku- dari bulan Ramadhan sebagai bulan ibadah, petunjuk keberuntungan, kebaikan dan tambahan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [النور:31.

Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS.an-Nuur :31)

Apabila Allah mengajak kepada taubat karena mengharapkan keberuntungan di segala waktu, maka sesungguhnya waktu terbaik untuk bertaubat dan paling bersih adalah bulan Ramadhan karena keutamaan dan keistimewaan yang Allah berikan kepadanya yang menunjukkan keberkahan dan keagungannya.

As-Sirri as-Siqathi berkata: Tahun adalah pohon, bulan adalah cabangnya, hai-hari adalah dahannya, jam adalah daun-daunnya, dan napas hamba adalah buahnya. Maka bulan Rajab adalah hari-hari berdaunnya, Sya'ban adalah hari-hari bercabangnya, dan Ramadhan adalah hari-hari memetiknya, dan orang-orang beriman adalah para pemetiknya.

Saudaraku, andaikan dibukakan bagi ahli kubur pintu angan-angan, niscaya mereka berangan-angan hidup satu hari di bulan Ramadhan.. mereka kelaparan padanya karena Allah, kehausan padanya karena Allah, menghidupkan siangnya dengan membaca al-Qur`an, menambah iman dan memohon ampunan, dan menghidupkan malamnya dengan ibadah, shalat, doa, dan menangis, dan memohon ampunan dan kebebasan dari neraka.

Wahai saudaraku, sekarang engkau masih hidup dalam keadaan wal afiyat, telah datang kepadamu bulan Ramadhan dan engkau membuka lembaran darinya dengan kelupaan, apakah engkau melihat dirimu melupakan kelebihannya? Ataukah engkau melihat dirimu tidak mengetahui keutamaannya? Atau engkau melihat dirimu mendapat jaminan ampunan, maka apakah imanmu tidak bersiap-siap dengan kedatangan Ramadhan?

Engkau berharap –semoga Allah menjagamu padanya- di bulan ini dan alangkah agungnya bulan ini dan ingatlah di hari engkau diletakkan di dalam kubur.

Dan katakanlah tolonglah wahai jiwa dengan sabar sesaat
Maka tidak adalah dia melainkan hanya satu waktu kemudian berlalu
Maka saat bertemu orang yang kerja keras menjadi hilang
Dan jadilah orang yang berduka menjadi senang gembira

Ingatlah, sesungguhnya setiap malam dan siang di bulan Ramadhan, Allah memerdekakan ahli neraka dari neraka dan sesungguhnya bagi setiap muslim memiliki doa yang akan dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ingatlah, sesungguhnya di bulan Ramadhan itu adalah lailatul qadar yang lebih baik dari pada seribu bulan: firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

أَلْفِ شَهْرٍ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ لَيْلَةُ [القدر:3] ).

Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS. al-Qadar:3)

Ingatlah, sesungguhnya:

من صام رمضان إيماناً واحتساباً غُفر له ما تقدم من ذنبه، ومن قام رمضان إيماناً واحتساباً غفر له ما تقدم من ذنبه .

"Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala niscaya diampuni dosanya yang terdahulu, dan barangsiapa shalat di bulan Ramadhan niscaya diampuni dosanya yang terdahulu."

Ingatlah, sesungguhnya:

إذا دخل رمضان فتحت أبواب الجنة وغلّقت أبواب جهنم، وسلسلت الشياطين

"Apabila masuk bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu surga dan ditutup pintu neraka serta syetan-syetan dibelenggu." (HR. An Nasai dan Al Baihaqi)

Dan ingatlah: Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (dalam hadits qudsi):

كل عمل ابن آدم له إلا الصيام فإنه لي وأنا أجزي به

"Setiap amal anak manusia adalah untuknya kecuali puasa maka sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku yang membalasnya…" (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasai, Ibn Majah dan Ahmad)

Saudaraku, renungkanlah waktu yang lepas darimu di bulan rahmat dan ampunan! Dan ingatlah orang yang telah puasa bersamamu dan bulan Ramadhan yang lalu, apakah dia masih bersamamu pada Ramadhan hari ini atau ia telah ditinggalkan oleh angan-angan yang berlalu.

Maka segeralah –semoga Allah memberi rahmat kepadamu- beribadah, taubat dan istighfar, selalu berzikir, berdoa di waktu sahur…

Imam Malik rahimahullah, apabila telah datang bulan Ramadhan, ia menghentikan membaca hadits dan majelis ilmu dan mengkhususkan diri membaca al-Qur`an dari mushhaf.

Sebagian salaf mengkhatamkan al-Qur`an dalam shalat Ramadhan setiap tiga malam, Sebagianya setiap tujuh hari, di antaranya Qatadah. Dan sebagian yang lain setiap sepuluh hari, di antaranya Abur Raja' al-"Atharidi.

Al-Aswad membaca (mengkhatamkan) al-Qur`an setiap dua malam di bulan Ramadhan.

An-Nakha'i melakukan hal itu khusus pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, dan pada bulan yang lain setiap tiga malam. Dan Qatadah selalu mengkhatamkan al-Qur`an setiap tujuh hari, pada bulan Ramadhan setial tiga hari, dan pada sepuluh hari terakhir setiap malam.

Iman Syafi'i rahimahullah mengkhatamkan enam puluh kali di bulan Ramdhan yang dia membacanya di luar shalat, dan dari imam Abu Hanifah rahimahullah seperti itu juga.

Wahai saudaraku, ingatlah sesungguhnya kebahagiaan di dua negeri bergantung dengan realisasi taqwa dalam jiwamu. Kemudian ingatlah, sesungguhnya Ramadhan adalah jalan menuju taqwa, firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَالبقرة: 183

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS. al-Baqarah:183)

Bagaimana seorang muslim beribadah kepada Rabb-nya di bulan Ramadhan, dan bagaimana ia menghabiskan waktu-waktunya sehingga ia menjadi orang yang bertaqwa, yang beruntung dengan mendapatkan karunia dan pahala-Nya?

Bagaimanakah engkau menghabiskan bulan Ramadhan?
Sungguh manusia bergembira dengan kedatangan bulan puasa, mereka mendapatkan padanya kebaikan dan keberkahan, namun sedikit sekali yang menunaikannya menurut cara yang menyebabkan ridha Allah, dan membangunnya dengan taat, ibadah dan menunaikan kewajiban. Terkadang berbagai macam penyimpangan yang belum pernah di bulan-bulan sebelumnya, menjadi ada di bulan Ramadhan, seperti israf (berlebihan), mubazir, menyia-nyiakan shalat, begadang di depan program-program televisi, menghabiskan waktu dalam permainan, dan keluyuran di jalanan. Semua itu dengan alasan karena capek dan hiburan sambil menunggu waktu berbuka.

Jika kita merenungi kondisi salafus shaleh dan meneliti bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan. Bagaimana mereka memakmurkannya dengan amal shaleh, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di antara kita dan mereka.

Setiap keburukan ada dalam bid'ahnya kaum khalaf
Dan setiap kebaikan ada dalam mengikuti kaum salaf.

Maka bagaimana kita menghidupkan bulan Ramadhan sebagaimana kaum salaf menghidupkannya?

Pertama: menjaga hukum-hukum puasa:
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam dan rukun ini tidak sah kecuali dengan dua syarat:

1. Ikhlas karena Allah, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:

إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل إمرئ ما نوى

"Setiap amal ibadah harus diserta niat dan bagi setiap seorang tergantung apa yang diniatkannya."

2. Ittiba' (mengikuti sunnah Nabi), berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:

من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Barangsiapa yang menciptakan dalam perkara kami ini yang bukan merupakan bagian darinya, maka ia ditolak."

Seorang muslim yang melaksanakan puasa wajib menjaga dua syarat ini yang dengannya terealisasi puasanya. Adapun memelihara ikhlas maka dengan cara mengarahkan hati hanya kepada Allah dan hanya mengharapkan pahala dari-Nya saja. Adapun menjaga ittiba' dalam puasa maka dengan cara mengetahui hukum-hukum puasa sehingga sah puasa seorang muslim, didapatkan dengan keutamaan dan pahala, dan tertolak dengannya siksaan.

Apakah mungkin seorang muslim bisa merealisasikan ittiba' kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dalam puasa, sedangkan ia jahil terhadap puasa-puasa yang wajib, yang membatalkannya, dan rukun-rukunnya.

Saudaraku yang mulia, supaya puasamu berada di atas petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, saya memberikan nasehat kepadamu agar mempelajari hukum-hukum puasa, mendalaminya, bertanya kepada para ulama, dan menghadiri pengajian-pengajian. Maka sesungguhnya jahil terhadap hukum-hukum puasa bisa menjerumuskan muslim dalam larangan-larangan puasa atau yang membatalkannya.

Dan yang perlu diperhatikan dalam persoalan ini secara ringkas adalah:

Pertama: rukun-rukun puasa yang terdiri dari empat rukun: 1. niat, 2. menahan diri dari yang membatalkan, 3. waktunya yaitu dari sejak terbit matahari hingga tenggelamnya, 4. orang yang puasa yaitu seorang muslim yang baligh berakal, yang mampu melaksanakan puasa lagi tidak ada halangan.

Kedua: yang membatalkan puasa, yaitu:
1. Jima' (berhubungan suami istri) di siang hari bulan Ramadhan.
2. Mengeluarkan mani secara sengaja.
3. Makan dan minum secara sengaja.
4. Yang sama seperti makan dan minum, seperti suntikan infus dan darah.
5. Berbekam.
6. Muntah secara sengaja.
7. Keluar darah haid dan nifas.

Ketiga: Makruh-makruh dalam puasa, yaitu sangat banyak, di antaranya adalah:
1. Terlalu berlebihan dalam berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung saat berwudhu'.
2. Menyambung puasa.
3. Mengumpulkan air liur dan menelannya.
" Seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. " ( Qaaf ayat 17 - 18 )